Kesempatan bersinar diberikan kepada semua orang. Namun, seringkali terdapat fenomena dimana seseorang merasa lebih baik dan merendahkan orang lain. Selain itu, dengan perkembangan jaman dan masuknya budaya – budaya baru ke dalam suatu daerah/negara secara tidak disadari akan mempengaruhi budaya lama yang ada di tempat tersebut. Generasi muda mulai kehilangan minatnya pada hal yang berbau tradisional, mereka lebih tertarik pada hal – hal baru. Hal tradisional dianggap ketinggalan jaman dan tidak keren. Padahal hal – hal tersebut merupakan identitas dari daerah tersebut yang harus dibanggakan dan dilestarikan. Permasalahan ini yang kemudian diangkat menjadi tema dari Film Our Shining Day, dimana murid musik tradisional yang direndahkan mencoba untuk mengambil kembali kejayaannya dengan murid musik klasik yang terus dibangga-banggakan dan merasa lebih baik dari mereka.
Di sebuah sekolah musik terdapat dua kejuruan
yaitu, musik modern/klasik dan musik tradisional. Namun, terlihat perbedaan
yang nyata antara keduanya. Selain ruang kelas mereka yang berada di sisi
sekolah yang berbeda, pakaian yang mereka kenakan juga berbeda. Murid klasik
lebih terlihat rapi dengan kemeja/vest yang mereka gunakan. Sedangkan murid
tradisional menggunakan cardigan/sweater sebagai seragam sekolah mereka. Perbedaan
karakter antar kedua jurusan ini membuat mereka tidak akur. Perkelahian fisik
antar dua jurusan ditampilkan sebagai pembuka dari adegan film ini.
Di tengah keributan dan pertikaian yang terjadi
antara dua jurusan tersebut. Chen Jing (Xu Lu) pemain Yangqin tidak sengaja
mendengar alunan piano dari ruang latihan di ujung wilayah musik klasik.
Dirinya pun terpaku menatap pemain piano tersebut melalui pintu. Terdapat
getaran di hati Chen Jing, hari itulah awal dirinya tergila – gila pada pemain
piano tersebut. Meskipun Li You (Peng Yuchang) sahabatnya mengajaknya berbicara,
Chen Jing tidak menghiraukannya. Hingga salah satu temannya melemparkan instrument
sejenis simbal yang mengenai tombol peringatan kebakaran yang berada tepat
disebelahnya. Mendengar alarm kebakaran yang berbunyi, semua anak berhamburan.
Sejak kejadian perkelahian tersebut, di wilayah
jurusan tradisional dibuatkan pagar besi yang menjadi pembatas. Pagar tersebut
di kunci dan jurusan tradisional menjadi seperti di dalam penjara. Terdapat guru
yang selalu berkeliling untuk memantau aktivitas dari murid tradisional. Suatu
ketika, Chen Jing dan Li You sedang makan diruang latihan, sedangkan terdapat
peraturan yang melarang untuk makan di ruang latihan. Akhirnya seorang guru
menangkap basah mereka. Mereka pun dipanggil ke podium saat pidato dari kepala
sekolah mereka.
Kelas classic akan mengadakan pertunjukan di Zhongsan
Hall dan meminta perwakilan dari kelas tradisional untuk menjadi petugas yang
membantu membalikkan halaman partiture dari pemain piano, Wang Wen. Chen Jing mengajukan
dirinya untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut demi dapat bertemu dengan Wang
Wen. Selama pertunjukan berlangsung, Chen Jing membayangkan dirinya bermain
Yangqin di hadapan Wang Wen. Setelah acara selesai, Chen Jing memberanikan dirinya
untuk menyatakan perasaannya pada Wang Wen. Namun, Wang Wen menolak perasaan
tersebut. Dirinya tidak menganggap Yangqin sebagai suatu instrument, dirinya pun
berencana untuk belajar piano di luar negeri, sehingga tidak ingin
perjalanannya diganggu dengan hal – hal yang tidak penting.
Chen Jing menyampaikan perasaannya |
Sejak kejadian itu, Chen Jing merasa kesal
karena dirinya menganggap bahwa Piano dan Yangqin memiliki akar yang sama.
Bahkan hal ini membuat Chen Jing berniat untuk memperkenalkan Yangqin kepada
Wang Wen. Chen Jing memutuskan untuk bergabung di Chinese Music Ensemble, tetapi
ternyata grup tersebut telah dibubarkan. Chen Jing kemudian berencana untuk
membentuk ansamblenya sendiri dengan merekrut anak – anak tingkat 1 di
sekolahnya. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang ingin mendaftarkan diri.
Hingga Li You menyarankan untuk merekrut anak asrama yang tinggal di kamar
nomor 502 dan terkenal dengan obsesinya dengan dunia 2D.
Chen Jing memberanikan diri untuk mendatangi
mereka. Saat memasuki kamar tersebut, Chen Jing disambut dengan dekorasi kamar
yang dipenuhi barang – barang warna warni dan dua orang Wanita, Beibei dan Tata
yang berpakaian lolly sedang melakukan live stream game. Salah satu orang lagi,
Ying Zi, berbicara hanya dengan menggunakan handphonenya dan amat tertutup.
Satu orang lagi amat misterius, Xiao Mai, yang tinggal dibalik tirai tempat
tidurnya. Setelah mengalami penolakan dan diusir dari dalam kamar tersebut,
Chen Jing mengeluarkan jurus mautnya. Dirinya menawarkan untuk membelikan
mereka Garage Kit, jika mereka ingin bergabung dalam ansemble tersebut.
Dari kiri ke kanan, Ying Zi, Tata, Xiao Mai, Beibei |
Mendengar kata – kata “garage kit”, 4 orang
tersebut akhirnya menunjukkan ketertarikannya. Tanpa
mengetahui harga dari garage kit tersebut, Chen Jing menawarkan akan memberikan
masing – masing dari mereka garage kit sesuai dengan pilihannya setiap minggunya.
Akhirnya penawaran Chen Jing diterima. Setelah berkumpul bersama, ansemble itu
terbentuk dengan nama 2.5 Dimension yang berarti penggabungan antara dunia 2D
dengan 3D. Masalah selanjutnya adalah mereka tidak memiliki tempat latihan.
Setelah mencari kesana kemari akhirnya mereka merayu penjaga tempat latihan di
sekolahnya untuk dapat mempergunakan tempat latihan tersebut. Penjaga sekolah
memperbolehkan dengan syarat latihan dilaksanakan malam hari setelah murid
klasik selesai berlatih dan harus bersedia mengiringi penjaga untuk bernyanyi.
Hubungan mereka pun semakin dekat, terutama setelah Chen Jing
menolong Ying Zi dari bulian murid klasik. Li You tidak sengaja menemukan cincin
Xiao Mai dan ternyata Xiao Mai adalah Lightning Finger, seorang streamer
yang terkenal dengan kelihaiannya dalam bermain Guzheng. Li You begitu
senangnya ketika menyadari hal tersebut, karena dirinya merupakan penggemar
berat dari Lightning Finger. Setelah menyadari bahwa ke 4 orang tersebut
memiliki kemampuan di atas ekspektasinya, Chen Jing berharap bisa bergabung
dengan mereka. Namun, Chen Jing memiliki keterbatasan dalam pengetahuan mengenai
sejarah musik cina. Sehingga tidak dapat dengan mudah bergabung dengan mereka. Visi
dan cara mereka memandang musik cina masih berbeda.
2.5 Dimension sedang berkumpul di kamar 502 |
Chen Jing memutuskan untuk mencoba mempelajari kesukaan dari
anggota tim 2.5 Dimension. Dengan bantuan Li You yang juga ternyata seorang
otaku, Chen Jing mulai membaca berbagai banyak komik dan buku sejarah musik
cina. Pengetahuan Chen Jing pun terus meningkat dan mereka pun terus mengadakan
latihan seperti biasanya. Hingga Xiao Mai menyampaikan berita bahwa dirinya
diundang untuk tampil di ACG Convention. Melihat kesempatan tersebut, Xiao Mai
mengajak mereka untuk turut tampil dalam acara tersebut.
Hari yang ditunggu pun tiba, mereka akhirnya tampil di acara
tersebut. Namun, karena alat musik yang mereka bawa, para penonton tidak
tertarik untuk menonton dan memilih untuk pergi. Meski penonton yang bersedia
tinggal hanya sedikit, mereka tetap mencoba menyajikan permainan terbaik. Ternyata
permainan mereka dapat memukau para penonton. Penonton yang sebelumnya
meninggalkan tempat tersebut, kembali dan ikut dalam kemeriahan permainan
mereka. Tanpa mereka sadari, penampilan mereka menjadi viral di sosial media
dan membuat mereka terkenal.
Penampilan 2.5. Dimension di ACG Convention |
Video viral mereka tidak membuat semuanya berakhir indah, tidak
juga serta merta secara otomatis mengangkat derajat musik tradisional di
sekolahnya. Masih banyak hal yang selanjutnya terjadi tanpa di duga.
Pertemuan Musik Tradisional dengan Modernisasi
Sebuah kombinasi yang apik ditunjukkan dalam
film ini dengan mengangkat tema dengan menggabungkan musik tradisional China
dengan komponen – komponen modern. Kombinasi tersebut membuat musik tradisional
kembali mendapatkan ketertarikan dari generasi muda. Film ini menurut saya
ingin memperlihatkan bahwa musik tradisional juga tetap dapat dibanggakan.
Namun, entah mengapa penulis cerita memberikan perbedaan yang begitu signifikan
antara musik tradisional dan musik klasik. Dengan mengambil lokasi sekolah
musik, perbedaan tersebut digambarkan dari murid – murid disana.
Murid musik tradisional digambarkan sebagai
sekumpulan anak muda yang sulit untuk di atur, berpakaian tidak begitu rapi,
dan selalu membangkang. Sikap para guru kepada mereka juga seperti merendahkan
seakan mereka dianggap tidak begitu pintar. Sehingga sikap murid klasik kepada
mereka pun seakan merendahkan. Bahkan ruang belajar mereka berbeda dengan
ruangan belajar murid klasik. Terlihat diskriminasi yang signifikan di sekolah
tersebut. Hingga terdapat rencana sekolah untuk menutup kelas tradisional
dengan tidak menerima murid di tahun ajaran ke depannya.
Sedangkan murid klasik digambarkan sebagai
sekelompok anak muda yang memiliki ambisi yang tinggi dan condong menjadi
sombong. Merasa diri mereka lebih baik dan lebih mulia dibandingkan murid
tradisional. Selain itu, pihak sekolah juga memperlakukan mereka dengan amat
baik. Segala fasilitas diberikan kepada murid klasik, dari ruang belajar, ruang
latihan, dan kesempatan untuk menampilkan pertunjukan mereka di depan umum.
Cerita dimulai dengan adanya rasa suka antara
seorang pemain Yangqin (tradisional) dengan pemain piano (klasik). Ketika
perasaannya ditolak karena dianggap memainkan alat musik yang tidak terkenal.
Cheng jing berusaha membuat Wang wen mengenal Yangqin dengan membentuk tim
musik dan tampil di acara musik. Alur kemudian berubah menjadi permusuhan antar
kelompok murid klasik dan tradisional secara keseluruhan. Dipicu dari
pernyataan cinta kedua kalinya oleh Chengjing di hadapan seluruh sekolah
berakhir dengan penolakan kembali. Pada saat itu murid klasik yang menghina
murid tradisional akhirnya memicu api amarah.
Namun, saya merasa adanya ketidak-konsitenan
pada tokoh utama ‘Chen Jing’. Pada awal cerita, Chen Jing merasa begitu bangga
dengan alat musik yang dimainkannya ‘Yangqin’ dan mencoba untuk menunjukkan
kepada Wang Wen keunggulan dari alat musiknya. Selain itu, diperlihatkan bahwa
dirinya begitu mencintai alat musiknya hingga mengetahui sejarah dari alat
musiknya. Namun, di pertengahan cerita dirinya menyerah begitu saja pada alat
musiknya hanya karena ditolak cintanya untuk kedua kalinya. Chen Jing juga
tidak begitu memahami mengenai musik tradisional.
Tokoh utama juga menjadi kabur saat tim musik
tradisional dibentuk bersama dengan 4 gadis otaku. Dimana salah satu gadis
tersebut merupakan pemain Guzheng, Xiao Mai, terlihat lebih dominan dan
mencolok sepanjang jalan cerita. Tokoh utama hanya terlihat seperti tokoh
pembantu. Satu – satunya kisah Cheng Jing terlihat menjadi tokoh utama adalah
hanya saat kisah cintanya dengan pemain klasik yang membuka jalan cerita.
Namun, setelah itu Xiao Mai menjadi tokoh yang dominan dalam cerita tersebut.
Terlihat saat dirinya memiliki andil yang besar dalam setiap kegiatan.
Pengambilan gambar juga lebih banyak berfokus pada Xiao Mai dan alat musiknya.
Peletakan Xiao Mai saat tampil pun lebih terlihat mencolok dari pada tokoh
utama. Padahal tujuan awal cerita adalah untuk memperkenalkan Yangqin sebagai
instrument musik. Inilah yang menurut saya amat disayangkan dan membuat kisah
menjadi tidak konsisten. Sehingga menurut saya jika penulis cerita dapat lebih
konsisten dalam cerita yang ditampilkan akan menjadi lebih menarik.
Hal yang menarik dari para tokohnya adalah totalitas
mereka dalam memainkan alat musik tradisional tersebut. Sehingga permainan
musik di dalam film tersebut terlihat nyata bukan hanya pura – pura. Xu Lu
sebagai pemain Yangqin, mempelajari Yangqin 3 bulan sebelum syuting
dilaksanakan dan masih terus belajar memainkannya di sela - sela syutingnya.
Liu Yongxi sebagai pemain Guzheng ternyata juga merupakan pemain Guzheng pada
dunia nyata dan telah mempelajari Guzheng sejak umur 6 tahun. Sehingga tidak
heran penampilan mereka cukup memukau ketika memainkan alat musik tersebut.
Liu Yongxi bermain Guzheng di video pernikahannya |
Adegan menarik lainnya, saat penampilan
terakhir dari tim tradisional dimana dalam penampilan mereka itu dilengkapi
dengan animasi 4D yang juga dipertunjukkan. Animasi tersebut memperlihatkan
bahwa permainan musik tradisional juga dapat dimodernisasi untuk mengikuti
perkembangan jaman. Pesan itulah yang saya dapat dari menonton film ini. Musik
tradisional adalah bagian dari budaya yang harus kita lestarikan. Jangan sampai
budaya yang masuk menghancurkan budaya yang sudah ada. Jika budaya yang ada
tidak dijaga, maka budaya tersebut akan musnah. Adaptasi dengan menambahkan
unsur – unsur modern tanpa mengubah nilai dasar dalam suatu budaya tradisional
menurut saya adalah jalan terbaik agar bisa bertahan dengan jaman. Perubahan
jaman bukan suatu hal yang dapat di elakkan, maka jalan keluarnya adalah
beradaptasi.
Animasi yang muncul ketika tim musik tradisional tampil |
Film ini memiliki jalan cerita yang ringan,
penampilan – penampilan musik yang bagus, terdapat beberapa komedi yang juga
ditampilkan dalam film ini terlihat dari beberapa dialog yang ada. Sehingga
cocok bagi para sineas yang mencari film yang tidak begitu berat untuk ditonton
dan dinikmati bersama dengan semangkuk popcorn dan minuman soda. Selain itu juga film ini patut untuk
diperhitungkan untuk masuk ke dalam daftar tontonan atas prestasi yang
dimilikinya. 11 Kemenangan atas 20 Nominasi yang diberikan di berbagai ajang
penghargaan tahun 2017 – 2018 bukan sesuatu yang dapat dikesampingkan.
Pada tahun 2017 penghargaan yang diterima
antara lain, (1) 14th China Movie Channel Media Award - Best New
Actress, Best Film, Best New Director, Best Screenwriter, Best Supporting
Actress, (2) Tencent Star Awards - Breakthrough Film Actress, (3) New
Era Film Festival – Best Actress (4) Shanghai International Film
Festival - Best Feature, Best Female Newcomer, Best New Director, Best
Screenplay, Best Female Supporting Role (5) Chinese Young Generation Film
Forum – Special Jury Prize. Pada Tahun 2018, 14th Chinese American Film
Festival, Golden Angel Award – Best New Actress.
=====
My Rate : 7/10
Telah dipublikasikan di Kompasiana dengan judul artikel yang sama.
0 Komentar