Review Film Baseball Girl (2019) - Perjuangan mengubah stigma dalam mewujudkan impiannya

 


Baseball Girl (Original title: Yagusonyeo) | 2019 | 1h 45m
Genre : Drama, Sport| Negara: Korea|
Director: Yun Tae Choi | Writer : Yun Tae Choi
Pemeran: Lee Joo-young, Lee Jun-hyuk, Yeom Hye-ran, dll

IMDB : 6.5/10 

Tahukah kamu tentang permainan baseball? Ya, permainan dimana menggunakan pemukul, bola, dan sarung tangan. Kalau pada saat kecil kita pasti tahu permainan bola kasti atau bola bakar. Nah hampir mirip seperti itulah, serupa tapi tak sama.

Permainan baseball identik dengan permainan laki-laki, sehingga jarang ada wanita yang ikut dalam tim baseball. Di Korea sendiri ada perubahan peraturan yang dimulai tahun 1996, dimana wanita diperbolehkan ikut serta dalam cabang olahraga tersebut. Sedangkan cabang olahraga Baseball putri sendiri baru diperkenalkan tahun 2019 oleh Federasi Baseball Internasional dan Indonesia menjadi salah satu yang mulai membentuk tim Baseball Putri yang sempat berpartisipasi pada Youth Women's Baseball Championship 2019 di Canberra dan terhitung ajang kejuaraan baru.

Choi Yoon-tae saat itu melihat sebuah interview seorang pemain baseball wanita dan mengetahui bahwa saat ini tidak ada lagi peraturan yang melarang wanita untuk ikut serta dalam tim baseball profesional. Berdasarkan hal tersebutlah dirinya mencoba untuk merealisasikannya dalam sebuah film dengan membuat film Baseball Girl.

Film Baseball Girl menceritakan tentang Joo Soo-In (Lee-Joo Young), seorang dan satu - satunya pemain baseball wanita yang dapat bergabung dengan tim SMA nya. Joo Soo-In terkenal dengan lemparan cepatnya yang bisa mencapai 130 kph. Hal ini yang membuat dirinya dapat diterima dalam tim SMA tersebut.

Namun, pada tahun terakhir SMA saat banyak tim mencari pemain yang dapat dijadikan pemain profesional dan begabung dengan timnya, Joo Soo-In tidak terpilih. Lee Jeong-ho (Kwak Dong-yeon) yang merupakan teman satu timnya dari SMP, terpilih menjadi pemain profesional pertama dari SMAnya. Sehingga sekolah saat itu membangga-banggakannya dan melakukan wawancara serta pemotretan. Selain itu, mengganti foto berita Joo Soo-In dengan foto Lee Jeong-ho.

Kejadian ini membuat Joo Soo-in kecewa, terlebih karena ini adalah kesempatan terakhirnya untuk dapat menjadi seorang profesional baseball player.

Bertarung dengan Realita

Joo Soo-in adalah seorang yang sebelumnya dibangga-banggakan karena merupakan pemain wanita pertama di tim baseball. Banyak berita dan penghargaan yang diterimanya pada masa itu. Namun, saat ini harapan untuk menjadi seorang profesional tidak terlalu terlihat.

Tahun terakhir di SMA membuat dirinya harus bisa memikirkan masa depan dan langkah selanjutnya. Sin Hae-sook (Yeom Hye-ran), Ibunya, yang merupakan seorang pekerja di sebuah pabrik mulai mempertanyakan rencana Joo Soo-in setelah lulus dari sekolah. Sin Hae-sook khawatir anaknya akan menjadi seperti ayahnya yang tidak memiliki arah dan tujuan karena terus berkutat pada mimpinya, sedangkan Sin Hae-sook harus terus bekerja dan membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Ayahnya berusaha untuk dapat berguna bagi keluarganya dan mencoba mengikuti test sebagai pekerja real estate. Namun, hal tidak terduga terjadi. Dirinya malah ditangkap oleh polisi karena dianggap berbuat curang dengan meminta pertolongan pada 'joki' atau sejenisnya. Ibu Soo-in marah besar mendapati Soo-in tidak ada di rumah dan membiarkan adiknya sendirian saat dirinya harus pergi ke kantor polisi.

Perjuangan Soo-In untuk ikut serta dengan mendaftar try out pemain juga dipandang sebelah mata karena dirinya adalah seorang wanita. Temannya yang berusaha untuk menjadi seorang idol memberitahunya bahwa mereka dapat menilai lolos atau tidak formulir mereka sejak awal melihat reaksi dari penerimanya.

Tidak dapat bersaing dengan pria

Secara biologis antara pria dan wanita memang memiliki perbedaan yang signifikan dari segi kekuatan dsb. Hal ini yang mungkin menjadi penyebab banyaknya pemain baseball wanita yang berpindah ke softball setelah umur 12 tahun atau setelah remaja.

Softball hampir sama dengan baseball, hanya saja terdapat beberapa perbedaan seperti ukuran lapangan, jenis pemukul, lamanya pertandingan dll. Hingga jika dibandingkan dengan baseball, baseball membutuhkan ketahanan dan kekuatan fisik yang lebih dibandingkan dengan Softball.

Pelatih SMA Soo-in mencoba untuk mencarikan alternatif permainan selain baseball yang mungkin dapat diikuti oleh Soo-in, hingga mendatangkan guru bahasa jepang yang aktif dalam Softball untuk dapat memberikan informasi kepada Soo-In. Namun, Soo-In tetap pada pendiriannya agar bisa menjadi seorang pemain baseball professional.

Choi Jin Tae (Lee Joon-hyuk) merupakan pelatih baru di SMA Soo-in. Jin-tae adalah mantan pemain baseball yang juga gagal menjadi seorang pemain profesional dan menyebabkan kehidupannya hancur. Sehingga dirinya juga mengetahui seberapa kerasnya dunia baseball bagi seorang pemain.

Choi Jin-tae merasa Soo-in tidak akan memiliki peluang untuk dapat menjadi seorang profesional. Gayanya yang keras bukan tanpa sebab, karena tidak ingin Soo-In menjadi seperti dirinya yang gagal.

Soo-In mencoba untuk membuktikan bahwa perkataan Jin-tae keliru. Namun pembuktian yang diberikan tidak cukup dapat meyakinkan Jin-tae. Selama ini Soo-in menganggap dirinya dipandang sebelah mata karena gendernya yang merupakan seorang wanita. Namun, Jin tae menganggap bahwa kekuatan dan ketahanan Soo-in masih kalah dengan pemain lainnya.

"Kau pikir maksudku kau tidak bisa hanya karena perempuan? Kau hanya kurang mahir. Lagi pula kau terlalu lemah. Paham?"

Mendengar pernyataan Jin-tae, malah membuat Soo-in terus berjuang untuk dapat bertahan.

Film ini menjadi salah satu film yang saya rekomendasikan untuk ditonton dengan nilai 9/10. Dari film ini kita dapat belajar banyak hal seperti perjuangan Soo-in untuk menggapai mimpinya. Soo-in digambarkan sebagai seorang yang tidak mudah menyerah untuk menggapai mimpinya dan akan berjuang hingga darah terakhir. Meskipun ibunya terus menerus mengatakan agar Soo-in menyerah dan mulai menerima kenyataan.

Bukan tanpa sebab, pastinya banyak dari kita juga yang mengalami hal tersebut. Saat orang tua kita mencoba untuk membuat kita melihat realita hidup dari pada secara egois mengejar mimpi yang belum tentu tercapai. Tidak salah, karena secara realita kita memang butuh hidup sehingga banyak yang menyerah dan akhirnya bekerja di tempat yang mungkin tidak disenangi demi bisa bertahan hidup.

Namun, Soo-in yang berkutat pada kejayaan masa lalunya merasa bahwa dirinya memiliki suatu potensi yang sayang untuk disia-siakan dan pastinya bisa membuat dirinya mencapai mimpinya. Keyakinan dan potensi inilah yang akhirnya membuka peluang baginya dan mengubah Jin-tae untuk mencari cara membantu Soo-in menggapai mimpinya. Serta membuat ibunya akhirnya menyadari kemampuan dari Soo-in setelah melihat sendiri kemampuan dari Soo-in.

Memang terdapat perbedaan antara pria dan wanita, tetapi bukan berarti seseorang dapat memandang sebelah mata seseorang hanya dari gendernya aja bukan kemampuannya. Penolakan yang diterima oleh Soo-in hanya karena gendernya dapat dipatahkan dengan kemampuan yang dimilikinya.

Kemungkinan kecil Soo-in dapat mengalahkan pemain lain dari segi kekuatan dan ketahanan fisik. Sebab secara biologis memang pria memiliki kekuatan dan ketahanan fisik yang lebih. Namun, pertandingan olahraga bukan hanya tentang fisik tetapi juga tentang strategi agar menang. 

Jin-tae akhirnya mencari cara agar Soo-in dapat menjadi seorang pemain yang memberikan kemenangan di lapangan dengan berfokus untuk mengembangkan potensinya dari pada memaksakannya bertarung dan berusaha mengimbangi dari sisi kekuatan dan ketahanan.

"Kau tak bisa hilangkan kelemahanmu. Sebaliknya, kau harus mengembangkan titik kekuatanmu."

Kelebihan lain dari film ini adalah alurnya yang sistematis dan tertata dengan rapi, serta cerita berfokus pada satu topik utama tanpa bias dengan cerita dari tokoh pendukung lainnya. Lee joo-young juga dapat memberikan akting yang baik, meskipun dirinya tidak memiliki pengalaman di bidang baseball, tetapi dapat menggambarkan tokohnya dengan amat apik. Ending film ini sangat simple tetapi dari segi sinematik dan penggambaran cukup membuat para penonton terikat secara emosional.


(Aluna)


Sumber:

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar