Review Film Balada Sepasang Kekasih Gila (2021)

 

Review Film Balada Sepasang Kekasih Gila (2021)

Balada Sepasang Kekasih Gila | 2021| 1h 30m
Genre : Drama/Crime | Negara: Indonesia
Director: Anggy Umbara | Writers: Anggy Umbara, Han Gagas
Pemeran: Denny Sumargo, Sara Fajira, Vera Sharoon, dkk
IMDB: 6.3
My Rate : 7/10

Djarot dan Lastri, dua orang gila yang bertemu dan jatuh cinta di tengah dunia dan masyarakat yang terasa lebih gila dari mereka, dengan segala masa lalu kelam dan pencariannya tentang esensi kehidupan.

Peringatan:

Terdapat adegan seks dan kekerasan

 

Sinopsis Balada Sepasang Kekasih Gila :

Lastri (Sara Fajira), ODGJ yang menjadi bulan - bulanan warga sekitar. Keberadaannya dianggap membahayakan dan mengganggu. Dirinya pun di usir dari tempat tinggalnya dan harus malang melintang di jalanan hingga segerombolan preman menculik dan memperkosanya.

Lastri memotong kemaluan pria yang memperkosanya. Hal ini membuat dirinya di penjara untuk beberapa saat sebelum akhirnya dibebaskan oleh wanita yang mengaku kenalan bibinya. Namun, ternyata dirinya malah disuruh bekerja sebagai PSK dan melayani pria - pria hidung belang.

Djarot (Denny Sumargo), pria dengan iq rendah yang dituduh sebagai komunis karena telah membunuh beberapa orang yang merundungnya. Dirinya pun dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa dan juga mendapatkan perlakuan tidak baik di awal masa isolasinya. Namun, akhirnya dapat bergaul dengan baik dengan para ODGJ lainnya.

Setelah dianggap kondisinya membaik, Djarot pun dilepaskan dari Rumah Sakit Jiwa. Djarot yang tidak memiliki tujuan, kembali luntang lantung di jalanan. Dirinya melakukan apa saja untuk bertahan hidup seperti memulung, mengais makanan dari tempat sampah, dll. Meski beberapa kali juga mengalami kejadian yang tidak mengenakkan.

Lastri yang merasa hidupnya semakin hancur memilih untuk melarikan diri. Dalam pelariannya, Lastri bertemu dengan Djarot yang berusaha menolongnya. Djarot berusaha sekuat tenaga agar Lastri bebas dari kejaran para penjaga yayasan tempat dirinya menjajakan diri meski harus terluka parah. Muncullah perasaan 'cinta' di antara mereka, tetapi takdir belum berpihak dan memisahkan keduanya.

Bagaimana hidup Lastri dan Djarot selanjutnya?

 

Ulasan Balada Sepasang Kekasih Gila :

Balada Sepasang Kekasih Gila merupakan film yang dibuat oleh KlikFilm dengan adaptasi sebuah novel berjudul sama karangan Han Gagas. Ide cerita cukup menarik dan menyajikan dari sisi yang tidak biasa. Seakan ingin menunjukkan gambaran dunia dari kacamata manusia yang dianggap tidak waras.

Menariknya cerita disajikan menggunakan narator seorang anak kecil. Hal ini membuat cerita menjadi seakan lebih penuh dengan makna. Narasi yang diberikan juga dengan kalimat - kalimat yang cukup estetik. Permainan kata yang lebih banyak berpusat pada permainan psikologi dan pola pikir.

Sayangnya pondasi cerita dirasa kurang kuat terutama latar belakang dari para tokohnya. Terdapat beberapa hal yang juga dirasa kurang konsisten sehingga membuat cerita menjadi kurang jelas arahnya. Dialog - dialog yang juga seakan dipaksakan untuk dapat menyampaikan pesan - pesan kemanusiaan yang disajikan kurang mengalir dan terkesan kaku.

Tidak dijelaskan alasan Lastri menjadi gila atau jenis penyakit mental apa yang dialaminya. Meski terdapat adegan dimana dirinya diberi obat agar tidak mengalami halusinasi. Lastri pun tiba - tiba menjadi 'waras' saat dirinya berada di dalam penjara, terlihat dari perubahan sikapnya. Namun, dalam pelariannya, Lastri terlihat seakan menjadi 'gila' lagi.

Berbeda dengan Lastri yang di penjara atas kejahatan yang dilakukannya. Djarot hanya di rehabilitasi di rumah sakit jiwa. Padahal mereka sama - sama 'gila' dan melakukan kejahatan yang bisa dibilang hampir sama. Namun, ketidakkonsistenan terjadi pada hukuman yang mereka terima.

Djarot juga dilepaskan begitu saja dari masa rehabilitasinya, seakan telah dianggap waras. Padahal tidak terlihat perbedan dari awal dia masuk hingga keluar dari rumah sakit tersebut. Penonton dibuat sedikit bingung dengan kondisi yang dialami keduanya, seakan kegilaan mereka kambuh - kambuhan.


Ketidakkonsistenan lainnya adalah mengenai pencarian tentang hakikat Tuhan. Saat narasi disajikan seakan berdasarkan sudut pandang agama tertentu yaitu Kristen. Hal ini juga diperkuat dengan diperlihatkannya Bible di salah satu adegan dan Lastri juga mengonfirmasi mengenai agamanya. Namun, tiba - tiba pernikahan dilakukan dengan menggunakan tata cara agama Islam. Hal ini menjadi suatu kerancuan.

Akting dari para pemain cukup baik. Denny Sumargo yang memang sudah memiliki pengalaman pastinya tidak diragukan lagi. Tidak disangka, Sara Fajira yang menjadikan film ini sebagai debut pertamanya juga menunjukkan kemampuan akting yang tidak kalah. Sayangnya kostum dan make up yang digunakan terlihat kurang maksimal.

Meski terdapat beberapa adegan yang tidak masuk akal. Namun, bisa jadi jika kita mengubah cara pandang kita saat menonton film ini, kita dapat memaklumi kejadian yang terjadi di dalamnya. Sayang, akhir cerita seakan sedikit dipaksakan.

Secara keseluruhan, film ini cukup baik dengan beberapa pesan kemanusiaan yang juga cukup baik. Masih banyak hal yang dapat dieksplorasi dan dioptimalkan kembali.

 

Adegan yang mengesankan:  

Lastri harus terpisah dari Djarot setelah mobil pick up yang dipakainya untuk bersembunyi tiba - tiba berjalan. Lastri yang sadar telah kehilangan Djarot menunjukkan sedihnya dengan menangis di sepanjang perjalanan. Begitu pula dengan Djarot yang sadar bahwa Lastri telah menghilang pun menangis dengan kepergian Lastri.

Dalam adegan ini, terlihat bahwa para tokoh telah memiliki rasa keterhubungan satu sama lain. Mereka pun seakan mempertanyakan apakah pertemuan tersebut akan terulang kembali atau tidak. Sebuah ekspresi yang kompleks.

 

Dialog mengesankan:

"Manusia terlalu sibuk menyembah pikirannya sendiri."

 

Ending:

Sad Ending

 

Rekomendasi:

Worth to Watch

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar