Review Film Layar (2023)

 

Review Film Layar (2023)

Layar | 2023 | 1h 10m
Genre : Drama | Negara: Indonesia
Director: Ifa Isfansyah | Writers: Ahmad Aditya, Ifa Isfansyah
Pemeran: Siti Fauziah, Adi Marsono, Resti Praditaningtyas
IMDB: 8.7
My Rate : 6/10

Marni dengan tekadnya serta kecintaannya terhadap film, bersama dengan mantan rekan kerjanya berjuang bersama untuk menghidupkan kembali bioskop tempat mereka sebelumnya bekerja.

Peringatan:

-

 

Sinopsis Layar:

Marni (Siti Fauziah) harus rela diberhentikan dari pekerjaannya sebagai penjual tiket di Bioskop Merapi. Bioskop kecil yang menayangkan beberapa film lama dengan alat - alat yang belum begitu canggih itu harus tutup karena dampak dari pandemi. Marni pun kembali ke kampung halamannya untuk melanjutkan kehidupannya.

Kecintaan Marni terhadap film bermula saat kematian ayahnya. Rasa penasaran atas hobi ayahnya terhadap film membawa dirinya bekerja di bioskop tersebut setelah sebelumnya hanya sebagai penonton dan penikmat film saja. Marni pun merasa bingung karena merasa tidak memiliki keahlian di bidang lainnya.

Marni bertemu dengan tetangganya yang sebelumnya bekerja sebagai penulis di surat kabar yang kini beralih sebagai konten kreator. Hal ini membuat Marni memiliki ide untuk menghidupkan kembali Bioskop Merapi dengan bantuan dari rekan kerjanya di Merapi. Meski hal ini tidak gampang, karena Marni harus berlomba dengan pemilik bioskop yang akan menjual gedung tersebut.

Perjuangan mereka menunjukkan sedikit harapan saat seorang produser tertarik untuk melakukan premier film di Bioskop tersebut. Mereka pun berjuang dengan sungguh - sungguh untuk mengumpulkan uang agar dapat membuat Bioskop mereka beroperasi sebelum produser tersebut datang untuk melakukan survey. Selain menjual makanan secara online, mereka pun menjual beberapa poster lama yang tersimpan di Bioskop tersebut.

Akankah mereka berhasil membuat Bioskop tersebut bangkit kembali?

 

Ulasan Layar:

Layar memiliki ide yang cukup menarik mengenai dampak pandemi terhadap sektor usaha yaitu Bioskop. Pada masa pandemi, banyak kegiatan yang mengikutsertakan banyak orang diberhentikan. Salah satunya Bioskop pun terkena dampak dari masa pandemi ini. Pastinya banyak bioskop - bioskop kecil yang harus tutup karena tidak adanya pemasukan.

Ide yang cukup baik ini hanya saja sedikit kehilangan kesesuaiannya dengan logika dengan beberapa fakta yang diungkapkan dalam film tersebut. Terdapat satu adegan dimana saat mereka berusaha untuk mengajak masyarakat menonton layar tancap yang akan mereka selenggarakan, salah satu warga mengatakan jika hanya menonton film lawas lebih baik menonton di televisi dan tidak harus mengeluarkan biaya. Adegan ini cukup masuk akal dan ini bisa jadi juga salah satu alasan Bioskop Merapi tidak dapat bertahan, karena hanya menayangkan film - film lawas.

Banyak faktor yang harusnya menjadi lebih masuk akal terkait dengan alasan Bioskop tersebut tutup, yaitu peralatan yang masih menggunakan peralatan lama, film yang diputar bukan merupakan film baru, dan gedung serta lokasi yang sudah tidak layak. Namun, hal itu seperti diabaikan dan hanya berfokus pada Bioskop yang tutup karena pandemi. Usaha para tokoh juga mengabaikan fakta - fakta tersebut, padahal fakta tersebut dapat diolah dengan lebih baik. 

Ketidak konsistenan dan kontras juga terlihat dalam film tersebut saat tukang becak dan penjual kue mengatakan bahwa sumber pendapatan terbesar mereka berasal dari Bioskop tersebut. Sedangkan menurut pemilik bioskop, mereka telah lama mengalami kerugian yang menandakan bahwa sebenarnya tidak banyak penonton yang datang untuk menonton. Hal ini menjadi suatu hal yang tidak konsisten dalam jalan cerita.

Ketidak konsistenan lainnya terlihat dari penyajian timeline waktu. Pandemi terjadi pada tahun 2019, dimana merupakan jaman yang modern. Namun, tone warna yang digunakan menunjukkan tone warna lawas. Kendaraan yang digunakan oleh produser terkenal itu pun terlihat menggunakan kendaraan lama. Sehingga hal ini terlihat menjadi tidak konsisten.

Hal tidak masuk akal lainnya adalah saat para warga berkumpul untuk memberikan tabungan yang mereka miliki hanya untuk membantu membuka kembali Bioskop tersebut. Seorang pengusaha datang dan bersedia menjadi seorang investor seakan hal yang tidak mungkin terjadi. Sebagai seorang pengusaha pastinya harus bisa memperhitungkan untung rugi dalam berinvestasi, tidak hanya karena sebatas 'kenangan'.

Film ini mempunyai potensi untuk bisa dikembangkan dengan lebih baik. Selain itu, adegan sebaiknya disajikan dengan aliran yang lebih baik. Banyak adegan dan dialog yang tidak mengalir karena terlalu fokus untuk menyampaikan pesan 'idealisme' dari penulis cerita.

#spoiler. Akhir cerita juga dirasa kurang memuaskan, setelah Bioskop kembali buka tidak ada perubahan yang terjadi yang menggambarkan bahwa Bioskop tersebut kembali beroperasi dan menjadi 'sukses'. Akan lebih baik jika ditampilkan bagaimana Bioskop tersebut menjadi lebih baik seperti penonton yang kembali memenuhi Bioskop atau hal lainnya. Untuk memperlihatkan bahwa mereka telah berhasil menghidupkan kembali Bioskop tersebut dan berdampak pada masyarakat sekitar.

Akting dari para pemain yang sebagian besar merupakan pemain teater masih sedikit kaku. Begitu juga dengan dialog dan cara penyampaian dialog. Masih banyak pemain yang belum melepaskan gaya akting mereka di pentas, seperti ekspresi yang terlalu berlebihan dan tidak alami. 

Secara keseluruhan, film ini cukup menarik untuk menonton dan memiliki potensi untuk menjadi lebih baik di ke depannya;

 

Adegan yang mengesankan:  

Kebohongan Marni kepada para rekan kerjanya tentang rencana premier film di bioskop tersebut terungkap. Rekan kerjanya begitu kecewa pada Marni. Saat itu Marni yang merasa sedih mengungkapkan perasaannya tentang mimpinya yang hancur. Menariknya pada adegan percakapan antara Marni dan Wati, Wati menyampaikan bahwa bukan hanya mimpi Marni yang hancur, tetapi begitu juga dengan mimpi rekannya.

Dalam adegan ini kita melihat bagaimana sosok tokoh Marni merasa perlu menopang semua ambisi dan impiannya sendiri. Padahal perjuangan tidak perlu dilakukan sendiri selama terdapat rekan kerja yang juga memiliki mimpi yang sama. Pentingnya untuk bisa berbagi agar tujuan dari impian tersebut dapat terwujud.

 

Dialog mengesankan:

"Berapa harga untuk membayar sebuah bukti kenangan?"

 

Ending:

Happy Ending

 

Rekomendasi:

Okay to watch

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar