Life Overtakes Me | 2019 | 40m
Genre
: Documentary/Short | Negara: Sweden, US
Director:
John Haptas, Kristine
Samuelson
Pemeran: Henry Ascher, Nadja Hatem,
Mikael Billing
IMDB: 6.5
My
Rate : 8/10
Ratusan anak pengungsi yang berada di Swedia mengalami situasi yang masih dalam perdebatan di dunia kesehatan dimana mereka berada di dalam keadaan menyerupai koma yang dinamakan Sindrom Resignation dalam waktu yang lama.
Peringatan:
Tema
Berat
Sinopsis :
Para
pengungsi yang berada di Swedia sebagian besar mengalami masalah di negara
asalnya. Terdapat sebagian yang mendapatkan ancaman yang bahkan membahayakan
nyawa diri dan keluarganya. Sehingga mereka harus pergi dan menetap di Swedia.
Menetap
di Swedia bukan perkara mudah, mereka harus mengajukan asylum sebagai bentuk
perlindungan atas keselamatan mereka. Pengajuan asylum hingga keputusan
membutuhkan waktu lebih kurang 6 bulan. Bagi pengajuan yang disetujui, mereka
akan mendapatkan ijin tinggal selama tiga tahun.
Ketidakpastian
yang mereka alami dan kejadian di negara sebelumnya, membuat beberapa anak
mengalami sindrom yang membuat mereka berada pada status semi-coma. Dimana
mereka tidak dapat bangun dari tidur mereka dan beraktifitas sebagaimana
seharusnya yang disebut dengan Sindrom Resignation.
Keluarga
mereka pun berupaya untuk dapat membuatnya kembali sehat dengan berbagai macam cara.
Meski belum ada cara yang benar - benar bisa menyembuhkan. Hanya harapan yang
mungkin dapat membuat kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Ulasan
:
Film
dokumentasi ini mengangkat tema yang mungkin tidak banyak diketahui oleh banyak
orang, yaitu mengenai Sindrom Resignation. Sindrom ini bisa dikatakan sebagai
salah satu dalam kategori penyakit mental. Meski penyakit ini dialami oleh
ratusan anak pengungsi yang berada di Swedia dan berdasarkan informasi lain
telah muncul sejak tahun 1990, tetapi penyakit ini belum diakui oleh WHO dan
belum ada penjelasan medis yang pasti.
Banyak
dari orang - orang yang memandang sebelah mata dan menganggap bahwa pengidapnya
hanya 'memalsukan' keadaannya. Pandangan skeptikal ini tidak bisa diabaikan,
tetapi juga tidak bisa kita benarkan sepenuhnya. Sebab keadaan mental seseorang
memang akan berbeda - beda dan kemungkinan tersebut bisa saja terjadi, terutama
yang mengalami trauma yang hebat seperti yang dialami sebagian mereka. Sebagai
contoh ada orang - orang yang mengalami depresi yang juga kesulitan untuk
beraktifitas.
Dalam
dokumentasi ini, penonton mendapatkan informasi yang cukup baik dari berbagai
sisi. Termasuk dengan sisi psikologi, meski tidak secara mendalam. Penjelasan
tersebut disajikan dalam bentuk narasi. Sebenarnya akan lebih baik jika
disajikan dalam bentuk wawancara dengan tokoh psikolog yang kompeten untuk
menambah pemahaman yang terpercaya. Atau dapat juga menyertakan penelitian -
penelitian yang mungkin pernah dilakukan untuk penyakit tersebut.
Cerita
disajikan dengan amat baik dan sistematis. Tiap adegan dan dialog
memperlihatkan bagaimana hal tersebut mempengruhi kehidupan mereka sesuai
dengan makna dari judul dokumentasi ini. Transisi antar keluarga dan korban
juga dilakukan dengan baik. Terdapat informasi penjelasan tertulis yang membuat
penonton dengan mudah memahami.
Latar
belakang cerita dijelaskan dengan amat baik, dengan wawancara mengenai yang
dialami oleh para tokoh. Selanjutnya konflik muncul dengan memperlihatkan
perasaan dari para orang tua atas kondisi tersebut. Penyelesaian pun dilakukan
dengan baik, saat memperlihatkan kemungkinan sembuh bagi para pengidapnya.
Hal
yang perlu dipertimbangkan adalah selain memperlihatkan dari sisi pengungsi
yang berhasil mendapatkan Asylum. Perlu juga ditampilkan bagi mereka yang
memiliki anak dengan penyakit tersebut, tetapi tidak mendapatkan asylum. Apakah
kondisi anak mereka akan membaik atau akan tetap seperti itu?
Hal
tersebut dibutuhkan untuk memperkuat bahwa kondisi tersebut bukanlah kondisi
yang dibuat atau dipalsukan oleh para pengungsi demi untuk mendapatkan ijin
asylum. Sebab terdapat beberapa kontroversi yang timbul. Salah satunya
kesaksian dari penduduk yang kebetulan berada dekat dengan keluarga pengidap,
dimana mereka mengatakan ada orang tua yang memaksa anaknya untuk berpura-pura
agar bisa mendapatkan asylum tersebut.
Secara
keseluruhan, film ini cukup menarik untuk ditonton karena memberikan wawasan
baru yang jarang diketahui orang.
Adegan yang mengesankan:
Pada menit ke-22, Ibu Karen mencoba
untuk berbicara dengan Karen sebagai bentuk dari terapi untuk kesembuhannya.
Saat itu, Ibu Karen meneteskan air mata dan merasa betapa berat hal tersebut
baginya, melihat anaknya yang tidak berdaya. Dalam adegan ini, kita dapat
melihat betapa besarnya kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Dialog
mengesankan:
"The Recovery of these children is dependnt on rebuilding hope"
Rekomendasi:
Worth
to watch
(Aluna)
0 Komentar