Review Film The Theory of Everything (2014)

 

Review Film The Theory of Everything (2014)

The Theory of Everything | 2014 | 2h 3m
Genre : DocuDrama/Medical Drama/Biography/Drama/Romance | Negara: UK
Director: James Marsh | Writers: Anthony McCarten, Jane Hawking
Pemeran: Eddie Redmayne, Felicity Jones, Tom Prior
IMDB: 7.7
My Rate : 10/10

Kehidupan Stephen Hawking berubah saat dirinya didiagnosa dengan penyakit Motor Neouron Disease pada umur 21 tahun dan keberadaan Jane disampingnya memberinya semangat untuk tetap bisa meraih semua impiannya, tetapi perjalanan tersebut tidaklah mudah bagi keduanya terutama dengan penyakitnya yang makin memburuk.

Peringatan:

Terdapat adegan sensual dan kata - kata kasar.

 

Sinopsis :

Stephen Hawking sedang menjalani pascasarjana astrofisika di Universitas Cambridge. Dirinya tidak sengaja bertemu dengan Jane Wilde, mahasiswa sastra dalam sebuah pesta. Hubungan keduanya berjalan dengan amat baik, meski teman Jane menganggap Stephen sedikit aneh.

Stephen merupakan mahasiswa yang amat pintar dan yang membuat dosennya menaruh harapan besar pada dirinya. Pemikiran - pemikiran yang diutarakannya memberikan insight baru dalam diskusi - diskusi tentang fisika. Namun, dirinya sedang kesulitan untuk menemukan topik yang akan diangkatnya dalam tugas akhirnya. Hingga Stephen mendapatkan ide setelah mengikuti seminar mengenai Black Holes.

Stephen yang sedang menggebu - gebu tiba - tiba mengalami gejala kesulitan gerak bermula dari tangannya yang sulit digerakkan, hingga puncaknya dimana dirinya terjatuh di tengah perjalanannya di kampus. Stephen pun dilarikan ke dokter dan mendapatkan diagnosa bahwa dirinya menderita Motor Neuraon Disease atau juga dikenal dengan Amyotropic Lateral Sclerosis (ALS). Meski hal itu tidak akan mengganggu kerja otaknya, tetapi umurnya diperkirakan hanya 2 tahun lagi.

Hal tersebut membuat Stephen mengalami depresi dan menarik diri dari teman temannya serta Jane. Jane pun berusaha keras untuk membuat Stephen kembali bangkit. Hingga akhirnya Stephen berhasil menyelesaikan tugas akhirnya dan mereka pun menikah.

Pernikahan tersebut tidak berjalan dengan mudah. Stephen yang hanya bisa berada di kursi roda, tetap fokus dengan penelitian dan pemikirannya. Sedang Jane harus menghadapi dan mengurus semuanya sendiri, baik mengurus Stephen dan juga anak - anaknya. Bahkan Jane tidak dapat fokus dengan pendidikannya.

Akhirnya Jane mendengarkan nasehat bibinya untuk ikut dalam paduan suara gereja demi meringankan sedikit pikirannya dan memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Disitulah dirinya bertemu dengan Jonathan yang akhirnya juga ikut membantu untuk mengurus Stephen. Keberadaan Jonathan begitu berarti dalam kehidupan mereka. Namun, kelahiran anak ketiga mereka membuat keluarga sedikit ragu dengan status dari anak tersebut. Hal ini akhirnya menimbulkan konflik antara Jane dan keluarga Stephen, serta Jonathan pun memilih untuk menyingkir agar konflik tidak makin memanas.

Apakah Stephen dan Jane dapat melewati kesulitan dalam hubungan mereka?

 

Ulasan :

The Theory of Everything merupakan film yang diadaptasi dari buku tahun 2007 berjudul Travelling to Infinity: My Life with Stephen karangan Jane Hawking (mantan istri Stephen Hawking). Dalam film ini kita dapat melihat perjalanan hidup Stephen dalam tiga dekade, yaitu awal mula hubungan mereka, diagnosa pertama penyakit yang diderita, dan kesuksesannya di dunia ilmu pengetahuan. Penonton akan menyaksikan lika liku kehidupan dari fase bahagia, depresi, dan akhirnya dengan penyelesaian yang amat baik.

Stephen Hawking adalah seorang ahli fisika yang terkenal dengan teori waktunya. Beliau adalah salah satu dari sekian ilmuwan yang menjadi patokan saya pribadi untuk teori perjalanan waktu. Dalam bukunya Theory of Everything, beliau mengatakan bahwa jika kita dapat melakukan perjalanan waktu maka akan banyak cabang cerita yang akan tercipta. Kelebihan dari dirinya yang juga dapat kita lihat dalam film adalah dengan segala keterbatasan karena penyakitnya, dirinya tidak pernah berhenti untuk berfikir dan melakukan pembuktian atas teori - teorinya. 

Selanjutnya mari kita bahas kembali mengenai filmnya. Film ini berhasil menyajikan cerita dengan amat apik dan sistematis. Penonton dapat dengan mudah memahami jalan cerita dan terhanyut ke dalamnya.

Latar belakang tokoh dan cerita dibangun dengan amat baik. Penonton akan dapat mengikuti cerita meski mungkin awalnya tidak mengenal siapa itu Stephen Hawking. Kita dapat melihat dengan rinci fase kehidupan yang dialami oleh keduanya yang membuat pondasi cerita amat kuat. Dimana awal mereka bertemu, melewati masa sulit, dan akhirnya menikah dengan bahagia.

Konflik muncul dengan perlahan dimana saat kesehatan dari Stephen makin memburuk. Kita akan perlahan melihat Jane yang kesulitan dengan hidupnya dimana dirinya harus mengurus segalanya sendiri, bahkan mengabaikan dirinya. Kesehatan mentalnya mulai terganggu, lalu kehadiran Jonathan, dan keraguan keluarga terhadap dirinya mulai sedikit demi sedikit membangun konflik. Hingga klimaks dimana Elaine muncul dalam kehidupan mereka.

Penyelesaian disajikan dengan amat menyentuh dan membuat terharu. Perkembangan karakter terlihat dari masing - masing tokohnya. Stephen yang mulai sedikit mempercayai keberadaan Tuhan, kehidupan masing - masing yang mulai membaik. Hal yang paling menyentuh lagi adalah saat semua kenangan yang telah melalui kembali disajikan dalam bentuk flashback dimana hal ini juga sesuai dengan teori yang dibahas oleh Stephen - reversing time untuk mengetahui awal mula kehidupan. Dan pastinya menjadi relate dengan judul dari film ini sendiri.

Kelebihan lain dari film ini selain dari sisi cerita dan penyajian adalah pemilihan aktor. Akting dari para pemain baik pemain utama dan pendukung benar - benar memukau. Kita dapat melihat kemiripan antara Eddie Redmayne dengan Stephen Hawking yang asli, serta bagaimana dirinya dapat memerankan seseorang yang menderita ALS. Selain itu, Felicity Jones juga memberikan akting yang hebat dengan ekspresi yang ditampilkannya. Semua dilakukan dengan penuh totalitas dan rinci. Tidak heran hal ini membuat mereka mendapat penghargaan atas akting di film ini.

Dari sisi make up dan penampilan juga tidak berlebihan. Semuanya sesuai dengan porsi dan masanya. Pemilihan musik dan sound effect juga sesuai dengan tiap adegan. Pergerakan kamera, transisi, dan komposisi warna juga mengambil peran penting dalam membangun nuansa di dalam film ini.

Secara keseluruhan, film ini berhasil diadaptasi dengan amat baik. Kisah yang mengharukan berhasil tersampaikan dan tersajikan dengan sempurna.

 
Adegan yang mengesankan:  

#spoiler. Jane menyadari hubungan antara dirinya dan Stephen tidak lagi sama, terutama setelah kedatangan Elaine. Jane pun memilih untuk menyerah dan mengenang kembali lama waktu yang mereka habiskan, dimana sebelumnya Stephen hanya diprediksi akan hidup selama 2 tahun sejak diagnosa pertamanya. Dengan segala suka duka yang telah mereka lalui dan pengorbanannya selama ini, dirinya pun dengan berat hati melepas semuanya.

Mungkin beberapa orang termasuk saya, akan sedikit merasa bahwa hal yang dilakukan Stephen sedikit mengecewakan, dimana dirinya dengan 'mudahnya' jatuh cinta dengan Elaine yang baru muncul dalam kehidupannya. Terutama saat membaca pernyataannya di sumber lain yang mengatakan bahwa  "It's wonderful – I have married the woman I love." yang seakan mengatakan bahwa dirinya tidak merasakan hal yang sama dengan Jane. Namun, kita tidak bisa menghakimi hal tersebut, sebab bagaimana pun keduanya memiliki kesulitan masing - masing dalam menghadapi kehidupan bersama. Buktinya mereka tetap bisa berteman dengan baik setelahnya yang mengisyaratkan keputusan tersebut merupakan keputusan terbaik bagi mereka.

 
Dialog mengesankan:

"While there is life, there is hope"

 

Ending:

Happy Ending

 
Rekomendasi:

Must Watch

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar