Review Film The Platform 2 (2024)

 

Review Film The Platform 2 (2024)

The Platform 2 (Original title: El hoyo 2) | 2024 | 1h 39m
Genre : Dystopian Sci-Fi/Horror/Sci-Fi/Thriller | Negara: Spain
Director: Galder Gaztelu-Urrutia | Writers: Galder Gaztelu-Urrutia, Pedro Rivero, David Desola
Pemeran: Milena Smit, Hovik Keuchkerian, Natalia Tena
IMDB: 4.9
My Rate : 7/10

Perempuan memilih untuk tinggal di Vertical Self-Management Center untuk menenangkan dirinya atas kejadian yang menimpanya, begitu pula dengan peserta lain yang tinggal dengan alasan yang beragam. Semua berjalan lancar sebelum perselisihan muncul antara para barbarian dan loyalis yang semena - mena.

Peringatan:

Terdapat adegan kekerasan, ketelanjangan, dan kata kasar.

 
Sinopsis :

Perempuan (Milena Smit), seorang seniman, yang memutuskan untuk masuk ke Vertical Self-Management Center dengan tujuan untuk menenangkan dirinya. Perempuan mengalami kejadian tidak mengenakkan dengan pacarnya, dimana anak dari pacarnya meninggal dalam pamerannya. Hal ini membuat Perempuan membutuhkan waktu untuk dapat mencerna semua kejadian tersebut. Dirinya berharap dengan memasuki institusi tersebut, dirinya dapat berpikir jernih.

Perempuan berada dalam satu tingkat dengan Zamitian (Hovik Keuchkerian) yaitu tingkat 24. Zamitian adalah pria bertubuh besar yang mengaku sebagai seorang profesor. Namun, Zamitian memiliki masalah dari pengelolaan emosinya terutama saat mengetahui makanan miliknya dimakan oleh orang di tingkatan atas. Hal ini bukan tanpa sebab, karena tiap penghuni hanya bisa memakan makanan yang di pesan di awal saat akan masuk ke institusi.

Suatu hari, seorang barbarian membuat kekacauan yang menyebabkan orang di tingkat 23 mati. Salah satu yang selamat, meminta agar Perempuan dan Zamitian membuang makanan yang harusnya dimakan oleh orang yang mati tersebut. Namun, Zamitian menyayangkan hal tersebut dan seringkali memakannya secara diam - diam.

Sebulan kemudian, Perempuan dan Zamitian terbangun di tingkat yang lebih bawah. Kesalahan yang dilakukan Zamitian ternyata diketahui oleh 'The Messiah', Dagin Babi (Óscar Jaenada) dan memerintahkan para kelompok Loyalis untuk mencari keberadaannya. Zamitian memilih untuk bunuh diri dengan membakar tubuhnya agar Perempuan tidak terkena dampak dari masalah tersebut.

Perempuan selanjutnya pindah ke tingkat 51 bersama dengan Sahabat. Sahabat ternyata memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan dengan Dagin Babi yang menyebabkan dirinya kehilangan tangannya. Hal ini membuat Perempuan merasa tidak puas dengan keberadaan 'The Messiah' dan mencoba untuk melanggar aturan yang akhirnya membuat dia berada dalam kesulitan.

Akankah Perempuan dapat selamat di dalam institusi tersebut?

 

Ulasan :

The Platform 2 merupakan prekuel dari film The Platform (2019) dimana menyajikan cerita sebelum cerita pada The Platform (2019) terjadi. Film ini bisa ditonton secara terpisah tanpa harus menonton film pertama karena memiliki konflik cerita yang sedikit berbeda. Namun, untuk dapat mengerti akhir dari cerita, disarankan sebaiknya menonton film pertama terlebih dahulu.

Film ini menyajikan lebih banyak adegan menegangkan dan sadistic dari film pertama. Dimana film pertama disajikan dengan lebih artistik dan emosional dengan permainan emosi dari tokohnya terutama tokoh Goreng yang amat terlihat. Sedangkan dalam film ini, kita akan tidak banyak melihat gejolak emosi tersebut tetapi lebih kepada perkelahian antara para tokohnya.

Pembangunan pondasi cerita lebih baik dari film pertama. Penonton tidak hanya disajikan latar belakang dari tokoh utama Perempuan saja, tetapi juga beberapa tokoh lain yang membuat pondasi cerita semakin kuat.  Interaksi antar para peserta juga lebih terlihat dari pada film pertama. Meski pertanyaan besar di film pertama masih belum terjawab, yaitu mengenai asal usul organisasi tersebut dan bagaimana orang - orang bisa mengetahui keberadaan organisasi itu.

Pertanyaan tambahan juga muncul dengan adegan dimana anak - anak yang bermain seluncuran piramid. Tidak ada kejelasan mengenai siapa anak - anak tersebut, bagaimana mereka bisa berada di tempat itu, dan tujuan keberadaan mereka. Hal ini masih menjadi tanda tanya besar yang tidak memiliki jawaban di dalam film.

Kelebihan lainnya yang dapat kita temukan dalam pembangunan latar belakang cerita adalah tujuan dari institusi tersebut lebih terlihat jelas dengan memperlihatkan peraturan yang sedikit masuk akal. Dimana para peserta hanya boleh makan makanan yang dimintanya di awal sebelum masuk ke institusi. Namun, pertanyaan lain timbul yaitu siapa yang membuat peraturan tersebut. Meski di tunjukkan tokoh Dagin Babi yang seakan menjadi pimpinan di tempat tersebut, tidak dijelaskan pula bagaimana dirinya bisa menjadi pimpinan.

Konflik muncul dengan berbagai masalah yang timbul terutama dengan ketidakpuasan mengenai cara Dagin Babi mengelola tempat tersebut. Muncul beberapa tokoh pemberontak 'barbarian' yang tidak ingin mengikuti peraturan. Konflik meningkat setelah Perempuan melihat ketidakadilan yang dilakukan oleh Dagin Babi yang membuat dirinya menghasut para Barbarian untuk melakukan pemberontakan. Pembangunan konflik bisa dibilang cukup baik dan memiliki fokus yang berbeda dengan film pertama.

Penyelesaian sedikit kurang memuaskan. Filosofi yang ada di film pertama menjadi sedikit kabur dengan jika digabungkan dengan film kedua ini. Meski kita dapat melihat perkembangan karakter dari tokoh Perempuan yang akhirnya berdamai dengan masa lalunya. Kemunculan Trimagasi di prekuel ini menjadi jembatan untuk menuju film pertama dimana Trimagasi menjadi tokoh penting dalam kisah Goreng. Namun, pertemuannya dengan Goreng dari film pertama dan keberadaan anak di level 333 membuat pertanyaan baru timbul. 

Di akhir cerita diperlihatkan bahwa organisasi sengaja meletakkan anak - anak tersebut di level 333, tidak hanya satu anak, tetapi berganti - ganti. Selanjutnya setelah perempuan, banyak tokoh setelahnya yang melakukan hal yang sama, yaitu menyelamatkan anak di level 333. Pertanyaannya bagaimana anak - anak tersebut bisa bertahan di level 333 padahal level atasnya saja tidak mendapatkan makanan. Apakah anak - anak tersebut memakan mayat yang dilemparkan ke bawah? Apakah anak - anak tersebut juga tidak ikut berpindah level? Berapa lama mereka harus bertahan disana sebelum 'diselamatkan'?

Pertanyaan lainnya yang seharusnya mendapat jawaban di film kedua ini adalah nasib goreng. Seperti yang kita lihat bahwa Perempuan, orang lainnya, dan Goreng berakhir di bawah level 333. Penonton tidak mengetahui apa yang terjadi di tempat tersebut dan bagaimana mereka bertahan hidup. Apakah juga dengan memakan mayat - mayat yang dibuang disana? Sebab terdapat adegan dimana orang - orang berlarian ke arah mayat yang terjatuh ke lubang hitam.

Akting dari para pemain cukup baik, dimana kita dapat melihat ekspresi yang memukau dari tokohnya, terutama tokoh utama. Pergerakan kamera dan pengambilan gambar juga cukup baik, terutama dengan memperlihatkan detail - detail adegan penting. Sebagai contoh saat tangan Perempuan dipotong, kita dapat melihat efek darah yang memancar dari lengannya. Penggunaan musik dan sound effect juga sesuai di tiap adegan.

Masih sama dengan film pertama, nama - nama tokoh terdengar sedikit janggal bagi orang Indonesia. Beberapa nama memiliki arti yang tidak lazim untuk digunakan sebagai nama orang. Perempuan yang berarti 'Lady', Sahabat yang berarti 'Friend or bestfriend', dan Daging Babi yang berarti 'Pork'.

Secara keseluruhan, film ini cukup menarik untuk ditonton terutama mengingat kesuksesan film pertama. Namun, sayangnya kesuksesan tersebut menjadi beban yang cukup berat bagi prekuel ini. Dimana prekuel ini bukan memberikan jawaban atas pertanyaan yang ada di film pertama, tapi malah menambah daftar pertanyaan yang belum terjawab. Banyak plot yang masih dioptimalkan kembali.

 

Adegan yang mengesankan:  

Zamiatin membakar dirinya sendiri untuk membuat Perempuan terhindar dari hukuman karena melindunginya. Zamiatin melakukan kesalahan dengan memakan makanan peserta yang telah mati. Hingga dirinya pun dicari oleh pimpinan dari tempat tersebut untuk dihukum.

Dalam adegan ini kita dapat melihat bagaimana Zamiatin mengakui kesalahannya dan bersedia untuk mengambil konsekuensinya. Hal yang digarisbawahi, dirinya tidak ingin membuat Perempuan yang tidak bersalah harus menanggung akibatnya juga. Sehingga dirinya mengambil keputusan yang ekstrem.

 

Dialog mengesankan:

"We are prisoners of ourselves, there Is no escape"

 

Ending:

Cliffhanger Ending

 

Rekomendasi:

Worth to Watch

 

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar