Sitara : Let Girls Dream | 2020
| 15m
Genre
: Animation/Drama/Short | Negara: Pakistan
Director
& Writer : Sharmeen
Obaid-Chinoy
IMDB: 7.1
My
Rate : 9/10
Pari, gadis remaja yang bermimpi untuk menjadi pilot, harus merelakan mimpinya karena pernikahan dini yang dirancang oleh ayahnya yang juga membuat Ibu serta saudaranya yang lain merasa kecewa.
Peringatan:
Tema
Berat
Sinopsis :
Pari,
gadis remaja berumur 14 tahun, memiliki impian menjadi seorang pilot. Dirinya
bersama adik perempuannya sering bermain pesawat kertas di atap rumah mereka.
Namun, kedatangan ayahnya membuat mereka harus berlari masuk kembali ke dalam
rumah.
Ayahnya
datang bersama adik laki - laki Pari dengan membawa manisan. Namun, Ibunya
terlihat tidak begitu senang dengan hal tersebut. Ditambah dengan saat sang
ayah tiba - tiba menghadiahi Pari dengan sepasang sepatu. Ibunya menyadari
bahwa ayahnya memiliki niatan lain dibalik kebaikannya yaitu ingin menikahkan
Pari.
Pertengkaran
pun terjadi di antara mereka, tetapi sang Ibu tidak dapat melakukan apa - apa
dan harus menyetujui keputusan ayahnya. Pari tidak mengetahui hal yang akan
dihadapinya. Termasuk dengan adik kecilnya yang kelihatan kebingungan dengan
yang terjadi.
Akankah
mimpinya akan terkubur begitu saja?
Ulasan :
Sitara:
Let Girls Dream merupakan film yang mengangkat isu mengenai pernikahan dini
pada anak terutama anak perempuan di bawah umur. Film ini mengantongi 3 piala
di Los Angeles Animation Festival pada 2019 yaitu, Best Produced Screenplay, Best Music Score and
the Humanitarian Award. Meski film ini termasuk dalam film tanpa dialog, tetapi
pesan yang ingin disampaikan benar - benar tersajikan dengan amat baik.
Pondasi cerita dibangun dengan amat
baik dengan memperlihatkan tokoh utama yang diperlihatkan memiliki mimpi yang
besar. Simbol - simbol seperti mereka yang bermain pesawat kertas, Pari yang
menyayangi buku tentang pesawat miliknya, serta sebuah replika pesawat kecil
yang ada di dalam kamarnya. Hal ini memperlihatkan bagaimana hubungan Pari dan
mimpinya.
Perkenalan tokoh sang ayah juga
dilakukan dengan amat baik, dimana terlihat bagaimana sang ayah memiliki posisi
yang amat 'ditakuti' dikeluarganya. Hal ini diperlihatkan saat Pari dan adiknya
segera berlari setelah melihat bayangan ayahnya dari kejauhan. Selain itu juga
bagaimana sikap sang ibu saat menghadapi suaminya.
Konflik mulai muncul setelah
beberapa petunjuk yang diberikan seperti manisan dan sepatu yang dibawa oleh
sang ayah. Kita akan melihat ekspresi ibunya yang menyadari sesuatu yang
dibayangkannya akan terjadi. Kita juga akan melihat beberapa pertengkaran kecil.
Hingga konflik utama saat Pari menyadari bahwa dirinya tidak dapat meraih
mimpinya.
Konflik terlihat dari internal
masing - masing tokohnya. Pergulatan emosi terjadi pada setiap tokohnya baik
Pari, Ibunya, kedua adiknya, bahkan sang Ayah. Semua tersajikan dengan amat
rapi.
Penyelesaian yang sebenarnya tidak
menjadi bagian dari adegan film. Namun, hanya kolase gambar yang disajikan
bersama dengan after credit. Meski demikian, hal tersebut dilakukan dengan amat
baik. Hal ini membuat pesan yang ingin disampaikan tersampaikan dengan amat
baik. Ditambah dengan narasi yang juga ditampilkan dilayar. Perkembangan dari
masing - masing karakter juga terlihat dengan baik.
Animasi yang disajikan terlihat amat
mempesona dengan pergerakan yang halus dan terlihat natural. Bahkan ekspresi
yang menjadi hal penting dalam sebuah film bisu untuk menyampaikan cerita,
tergambarkan dengan amat baik dan nyata. Komposisi warna yang digunakan juga
amat memukau dan menjadi satu komposisi yang pas.
Penggunaan musik dan sound effect
yang digunakan juga amat baik. Bisa membantu dalam membangun cerita dan suasana
dari tiap adegannya. Meski cerita ini tanpa dialog, tetapi dengan semua elemen
tersebut membuat cerita jadi mudah untuk dipahami. Ditambah dengan jalan cerita
yang disajikan dengan sistematis.
Hanya saja, terdapat satu hal
mengganjal saat saya menonton film ini. Dimana dalam film ini, budaya
pernikahan dini sebenarnya budaya yang dianggap sudah biasa dilakukan. Hal ini
juga yang menjadi alasan pembuatan film ini.
Hal yang sedikit kurang masuk akal
adalah dimana tokoh utama yang terlihat memiliki mimpi besar. Seakan
keluarganya benar - benar memberikan harapan baginya untuk bisa memiliki mimpi
besar dan menggapainya. Hal ini diperkuat dengan keluarga yang seakan mendukungnya
dengan membelikan buku tentang pesawat dan juga mainan pesawat kepadanya.
Bagian ini menjadi bertolak
belakang, saat sang ayah tetap menyuruhnya untuk menikah. Seakan cerita menjadi
tidak konsisten. Ketidakkonsistenan lainnya saat sang ayah mengingat
pernikahannya dengan sang istri dengan melihat foto mereka, dimana sang istri
tidak terlihat bahagia. Namun, dirinya tetap tidak berubah fikiran dan tetap
tega membuat anaknya tidak bahagia.
Bagian ini membuat
ketidakkonsistenan dari karakter tokoh dalam cerita terutama sang ayah di awal
cerita. Meski memang diakhir perubahan dan perkembangan tokoh ayah memang
terjadi. Jika karakter ayah dibuat benar - benar keras dari awal hingga
pernikahan, dan titik balik terlihat saat pernikahan, mungkin hal ini menjadi
lebih masuk akal.
Secara keseluruhan, film ini
memiliki pesan yang baik dan ringan untuk ditonton.
Adegan
yang mengesankan:
Ibu
Pari menggambar henna di tangan Pari yang masih belum menyadari apa yang akan
terjadi padanya. Hingga sang ayah masuk dengan membawa pakaian pengantin.
Adegan tersebut memperlihatkan bagaimana Ibunya yang sebenarnya tidak rela
melepas Pari tetapi juga tidak bisa melakukan apapun karena keputusan suaminya.
Ending:
Happy
Ending
Rekomendasi:
Must
Watch
(Aluna)
2 Komentar
Di beberapa negara sana, memang nikah dini secara paksa masih banyak yaa. Sedih sih. Ini ga kebayang kalo pari tahu bakal gimana. Menarik 👍👍👍. Impian seorang anak harus redup hanya karena sistem patriarki yg mengakar . Tapi aku penasaran Krn endingnya happy
BalasHapuscoba deh tonton. Endingnya sesuai sama pesan yang ingin disampaikan sutradaranya
Hapus