Black Rose (Original Title: Chiem
Doat) | 2023 | 1h 53m
Genre
: Drama/Thriller | Negara: Vietnam
Director:
Thắng Vũ|
Writers: Choi Hyo-bi,
Tran Khanh Hoang, Kim Sang-woo
Pemeran: Phương Anh Đào, Lãnh Thanh,
Miu Lê
IMDB: 5.3
My
Rate : 7/10
My mencoba untuk membalaskan dendamnya dengan merusak kebahagiaan Ha dengan menggoda suaminya, Son. Namun, kesalahpahaman terungkap dan berakhir dalam obsesi yang membahayakan.
Peringatan:
Terdapat
adegan kekerasan, bunuh diri, alkohol, rokok, seks, dan ketelanjangan
Sinopsis :
My datang ke rumah Ha dengan wajah
lembut dan niat tersembunyi. Ia melamar sebagai pengasuh untuk anak Ha, tapi
sebenarnya membawa rencana yang jauh lebih gelap — menyusup, lalu menghancurkan
keluarga yang menurutnya tak pantas berbahagia setelah apa yang menimpa dirinya
dan keluarganya.
Awalnya, segalanya tampak biasa. My
bekerja dengan baik, perlahan memenangkan kepercayaan Ha dan Son. Namun, di
balik tatapan ramahnya, ada bara yang tumbuh. Rayuan samar mulai muncul,
pakaian yang sedikit lebih berani, dan senyum yang sulit dijelaskan maknanya.
Son, yang selama ini tampak setia, perlahan kehilangan kendali.
Saat rahasia terungkap, amarah Ha
membuncah. Tapi pada saat yang sama, sisi gelap Son yang selama ini tersembunyi
juga mulai menyeruak — membuka lapisan-lapisan luka lama yang lebih dalam dari
yang disangka. My pun menyadari, dendamnya bukan hanya menelan keluarga Ha…
tapi juga dirinya sendiri.
Apakah ini bentuk keadilan
sesungguhnya yang diinginkan My?
Ulasan :
Bayangkan saat dendam telah memakan
sebagian dari diri kita, dan kita memilih melakukan segala upaya untuk
membalaskannya. Black Rose tidak hanya berbicara tentang pembalasan dendam,
tetapi juga tentang cinta, kepercayaan, dan obsesi yang membahayakan. Film ini
menyajikan permainan logika dan manipulasi yang menarik, meski dengan premis
yang sederhana.
Cerita dibuka dengan kebahagiaan
keluarga Ha — kehidupan yang tampak sempurna, penuh kemewahan, dan ditutup
dengan pernikahan yang megah. Namun di balik itu, muncul sosok misterius dengan
narasi yang menyiratkan kebencian mendalam. Perlahan, wajah di balik kebencian
itu terungkap: My. Tatapan mata, ekspresi wajah, dan dialog yang seakan
menyembunyikan luka yang amat mendalam. Di awal, alasannya belum jelas, tapi bayangan luka itu terasa
menggantung di udara.
Konflik tumbuh perlahan. My yang
terlihat polos ternyata menjadi duri dalam daging. Tekanan yang diterima Son
dari keluarganya — kompetisi dengan sang adik, kebutuhan akan pengakuan
ayahnya, dan renggangnya hubungan dengan Ha — membuatnya menemukan pelarian
dalam sosok My. Di titik inilah Black Rose menunjukkan kekuatannya: perang
batin yang tak hanya berpusat pada satu tokoh, tapi menjalar ke setiap jiwa
yang terluka. Konflik eksternal dan internal saling menyalakan bara, hingga
semuanya terbakar bersama.
Klimaks film ini disajikan dengan
amat baik. Satu per satu misteri dan kesalahpahaman terungkap, menampakkan
wajah asli tiap karakter. My, yang awalnya dikuasai amarah, perlahan belajar
berdamai dengan perasaannya. Sementara Son dan Ha, yang semula tampak bahagia,
justru kehilangan pijakan mereka sendiri — seolah karma menagih yang tertunda.
Twist yang hadir di penghujung cerita juga memuaskan, membawa kejutan yang tak
mudah ditebak.
Meski begitu, ada satu celah yang
membuat dampaknya sedikit berkurang: beberapa rahasia besar hanya terungkap
untuk penonton, bukan bagi para tokohnya. Misalnya, tragedi yang menimpa kakak
My hanya muncul lewat sekelebat memori — menjadi kebenaran yang kita tahu, tapi
My tidak. Hal ini menciptakan jarak yang menarik, meski juga sedikit mengurangi
kedalaman emosional antara karakter dan penonton.
Dari sisi akting, para pemain
memberikan penampilan yang memikat. Ekspresi dan dialog tersaji dengan sangat
tepat, terutama saat rahasia terbongkar — perubahan emosi terasa nyata, seperti
dua sisi kepribadian yang bertukar tempat. Secara teknis, pemilihan musik juga
efektif dalam membangun ketegangan dan memperkuat suasana.
Namun, beberapa detail kecil terasa
kurang masuk akal, meski tak terlalu mengganggu: laptop Hoang yang tidak
terkunci, atau keputusan Ha membiarkan My mengenakan pakaian yang terlalu
berani di rumahnya. Hal-hal kecil seperti ini bisa diperketat agar narasinya
lebih solid.
Secara keseluruhan, Black Rose
berhasil menghadirkan kisah yang menegangkan dan sarat emosi, meski masih
memiliki ruang untuk pematangan logika dan konsistensi visual. Film ini
mengingatkan kita bahwa manusia selalu menyimpan sisi gelap — sesuatu yang mungkin
tak pernah benar-benar hilang, hanya tertidur menunggu waktu untuk muncul
kembali.
Seperti mawar yang tampak indah dan
wangi, namun durinya tetap dapat melukai siapa pun yang menggenggamnya terlalu
erat.
“Pembalasan dendam tidak akan membawa ketenangan, meski telah berhasil dilakukan.”
Adegan
yang mengesankan:
Dengan segala ketakutan akan risiko
penolakan yang dirasakannya, My akhirnya menceritakan latar belakang dirinya
kepada Hoang — tentang keluarganya, luka masa lalunya, dan alasan di balik
tindakannya terhadap Ha. Dalam momen itu, topeng yang selama ini ia kenakan
perlahan runtuh, berganti dengan kejujuran yang rapuh namun tulus.
Di balik pengakuan itu, kita melihat
sosok My yang sejatinya hanya ingin dimengerti, bukan dibenarkan. Ia membuka
diri kepada satu-satunya orang yang benar-benar ia sayangi, seolah percaya
bahwa cinta bisa menampung semua luka yang tak sempat disembuhkan. Dalam dunia
nyata, setiap orang memiliki sisi yang ingin disembunyikan — hingga akhirnya
bertemu seseorang yang membuat mereka berani melepas beban itu. Kadang,
kejujuran paling menyakitkan justru menjadi bentuk cinta paling murni.
Dialog mengesankan:
"If you haven't figured it out, then it's not yet a dead end."
Ending:
Sad
Ending
Rekomendasi:
Worth
to Watch
(Aluna)

0 Komentar