2 Februari 2019, Jakarta
Langit terlihat
kelabu sejak subuh tadi, bahkan mentari masih bersembunyi dibalik kumpulan awan
yang tak henti - hentinya berkumpul, merumpi. Entah topik apa yang mereka
bicarakan tanpa henti yang membuat mereka terus berbincang hingga waktu dimana
mentari harusnya telah kembali ke peraduan. Apakah tentang artis yang sedang
dekat dengan mantan kekasih sahabatnya? Atau tentang seorang wanita yang merasa
sedih ditinggal suaminya bekerja?
Entahlah!
Sesekali ketika
sudah terlalu banyak awan yang ikut berkumpul dan bercengkrama, langit
bertambah gelap dan segerombolan anak langit jatuh beramai - ramai ke muka
bumi. Ikut pula di dalamnya segerombolan anak kecil jalanan yang sejak tadi
bermain bola, menari-nari bersama anak langit. Tidak takut flu rupanya.
Terlihat seorang
dengan jaket berwarna hitam, berjalan menggunakan payung berwarna senada dengan
pakaiannya . Misterius. Tidak terlihat wajahnya sebab topi menutupi
penglihatan. Sebuah kamera dibawanya dengan hati - hati, takut terkena tetesan
air hujan. Akan rusak semua jerih payahnya jika kamera itu rusak. Terhenti
dirinya di sebuah halte bus yang masih ramai berdiri beberapa orang yang
sepertinya baru saja pulang kerja.
Din Din….
Bunyi klakson dari
sebuah mobil Avanza merah yang terparkir tidak jauh dari halte tersebut.
Menengoklah dirinya ke belakang. "Sudah tiba ternyata" gumamnya
sambil berjalan ke arah mobil tersebut. Dibukanya pintu depan samping
pengemudi, dilipatnya payungnya, dan masuklah dirinya di dalam mobil.
"Lekas tutup
pintunya. Air hujan dapat masuk dan membasahi kursi mobilku." Kata sang
pengemudi yang sejak tadi mengamati gerak geriknya.
"Tenang. Sabar
sedikitlah." Jawabnya singkat dan menutup pintu.
Dijalankannya mobil
itu memasuki jalanan ibu kota hingga berhenti di sebuah lampu lalu lintas yang
tiba - tiba berubah berwarna merah. Banyak orang - orang lalu lalang menjajakan
jas hujan harga sepuluh ribuan kepada para pengendara sepeda motor. Yah walau
hanya berbentuk plastik biasa sekali pakai yang terkena angin kencang akan
terkoyak dan tercabik, cukup lumayan untuk sekedar melindungi dari tetesan
hujan.
"Baguslah kita
berjalan di kala hujan, jalanan sedikit lengang. Biasanya jalan ke café itu
akan sangat macet."Ujar sang pengemudi. "Ya kan, Art?" tambahnya
membuat yang diajak bicara tersebut sedikit terperanjat. Kaget sepertinya.
"Oh, ya. Kamu
bilang apa?" Jawabnya dengan wajah sedikit bingung.
"Sudahlah
lupakan. Entah apa yang kau pikirkan dari tadi Art?" Sang pengemudi terus
melajukan kendaraannya sambil menggeleng - gelengkan kepalanya mengingat yang
dilakukan oleh sahabatnya itu.
"Aku hanya
berfikir, kenapa kau suka sekali datang ke perkumpulan yang aneh - aneh,
seperti hari ini. Apa itu nama clubnya? Sherlock club?" Sambil menatap
sang pengemudi dengan tatapan mengejek. Lucu sekali ekspresi wajahnya jika
hobinya di cela. "Dan kenapa pula kau ajak aku untuk ikut serta?"
tambahnya
"Jangan kau
hina kesukaanku. Jelas perkumpulan ini tidak aneh, kami berbagi informasi dan
belajar banyak hal bersama." Jawabnya sekenanya. "Lagi pula aku tidak
memaksamu ikut, jika semisal kau tidak suka, kau bisa pergi tanpa harus merasa tidak
enak." Seringainya.
"Baiklah,
mungkin aku akan bersamamu hingga semua temanmu berkumpul. Namun, aku tidak
janji untuk menetap, karena kau tahu aku tidak terlalu suka berkumpul dengan
orang baru yang tidak aku kenal"
"Deal."
***
"Fay, kamu lama
sekali di dalam. Aku sudah bosan menunggumu di luar." Max yang sedari tadi
berada di mobilnya , langsung mengungkapkan kekesalannya seketika setelah
terdengar jawaban dari telepon genggam yang ditujunya.
"Aku kan
seorang wanita, banyak yang harus ku persiapkan untuk dapat menampilkan diriku
yang sempurna."
"Ya, ya, ya.
Cepat keluar!" Potong Max tidak sabar.
"Ok, aku segera
keluar." Jawab Fay kesal, sambil menutup telepon genggamnya dan mengambil
tas merah muda di atas meja riasnya. Tak lupa sekali lagi diperhatikannya
dandanannya di cermin. "Sempurna."
Di seberang jalan
telah terparkir sebuah mobil range rover hitam hasil kerja keras Max bertahun -
tahun. Di dalamnya terlihat Max yang hanya mengenakan kaos putih oblong dan
celana jeans, tetapi tampilannya sudah memukau. Sedangkan dari seberang jalan
terlihat seorang wanita mengenakan dress lengan panjang berwarna hitam di atas lutut dan sepatu boot
tinggi hitam yang memperlihatkan lekuk betisnya agar terlihat jenjang, serta
rambut yang terurai dengan make up minimalis, melambai - lambaikan tangannya
dengan bahagia ke arah Max.
"Hai,
tampan" Senyum merekah ditampakkan Fay kala membuka pintu mobil range
rover tersebut.
"Kamu mau
kemana? Kita hanya ingin pergi ke perkumpulan para kutu buku. Kamu lupa
itu?" Katanya ketus.
"Ah kau ini
tidak tahu aku siapa hah? Aku kan trendsetter
fashion, sehingga harus tampil tetap fashionable di semua suasana."
Clack
"Ayo kita
berangkat." Ucap Fay sambil sesekali
melihat dirinya di kaca spion.
"Baiklah tuan
putri."
Tawa mereka pecah
bersamaan dengan dilajukan kendaraan mereka.
***
The Reading Room
Sebuah café yang
dipenuhi beberapa rak buku dengan alunan musik sendu yang membuat nyaman untuk
sekedar duduk santai bercengkrama dengan setiap kata dalam buku. Di café ini
lah, Sherlock Club mengadakan pertemuannya. Tepat di sudut café tersembunyi di
balik sebuah rak buku yang menutup pandangan dari luar, Eksklusif. Terlihat
sekitar 5 orang yang duduk bercengkrama di meja itu dengan 5 gelas es teh manis
dan 3 piring pancake. Telah cukup lama sepertinya mereka datang, padahal waktu
baru lewat 10 menit.
"Tepat waktu
juga mereka" Gumam Art sambil memandang satu per satu wajah yang hadir.
"Ayo,
art!" perintah sahabatnya membuat Art tersenyum.
"Aku duduk
disana?" tanyanya dengan wajah bingung yang dibuat - buat
"Iya pastinya.
Kau pikir mau duduk dimana?" Sambil menarik sebuah bangku untuk Art.
Derit suara kursi
yang ditarik itu, membuat semua percakapan berhenti dan pandangan beralih
menatap Art dan rekannya.
"Selamat
datang." Ujar salah satu di antara mereka.
"Ya, terima
kasih." Jawab Art canggung.
Waktu berjalan
terasa lambat bagi Art yang berada di tempat asing, tetapi familiar itu. Di
tatapnya kembali satu persatu wajah dan gerak gerik orang - orang disana.
Diperhatikan dengan detail setiap lekukan, garis wajah, dan tiap ekspresi yang
ditunjukkan. Tak ada yang peduli dengan tingkah yang dilakukan Art. Meski
sesekali yang menyapanya tadi merasa risih dan menatap Art dari ujung sudut
matanya sekedar untuk menghilangkan rasa ingin tahunya.
Cling Cling…
Sepasang muda mudi
datang dengan wajah sumringah, mengubah suasana menjadi cerah.
"Maaf kami
datang terlambat, perjalanan terkendala macet parah. Mungkin akibat
hujan." Kata Fay yang baru saja sampai.
"Kalo bukan
karena tuan putri kebingungan memilih baju, pastinya tidak akan terjebak
macet." Ujar Max menggoda.
Cubitan kecil
mendarat di pinggang max membuat yang hadir tertawa. Hanya art yang hanya
tersenyum kecil menatap keduanya dengan tajam. Kali ini dirinya memperhatikan
mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki.
***
"Silahkan
ceritakan cerita misteri yang kamu bawa."
Tatapan tertuju pada
Art yang masih terdiam.
"Dia baru
disini, jadi mungkin lebih banyak mendengarkan dulu." Ujar sahabatnya.
"Baiklah, next person."
Fay menatap canggung
Art yang duduk dihadapannya. Sedari tadi dirinya tidak nyaman dengan tatapan
Art yang rasanya menelisik hingga ke tulang belulangnya. Tatapan mereka
bertemu. Art tersenyum ramah kepadanya. Tatapan dinginnya tiba - tiba
menghilang.
Max pun menatap
tingkah laku sahabatnya. Tatapannya pun beralih kepada Art yang masih tersenyum
ramah kepada Fay. Tidak ada dari ketiganya yang mendengarkan cerita di
perkumpulan itu. Bahkan mungkin fikiran mereka tidak berada di tempat itu.
Masing - masing dari mereka mencoba untuk menelanjangi pikiran masing - masing.
***
Pukul 22.00 WIB.
Sebagian sudah
kembali pulang.
"Kenalkan
Max." Sambil mengulurkan tangan ke arah Art.
Diraihnya tangan
tersebut. "Art" ucapnya pelan
"Ini Fay."
Sambil menunjuk Fay yang baru saja kembali ke tempat duduknya setelah
membereskan urusan pembayaran di kasih.
"Hai" Ucap
fay seraya tersenyum.
"Maaf, mau
bertanya. Sejak awal datang tadi, aku perhatikan, kamu terus menatap setiap
orang disini dengan tatapan ingin tahu yang besar. Kadang membuat rasa
canggung, meskipun aku terbiasa menjadi sorotan, tapi tetap canggung jika
ditatap seperti itu secara dekat." Lanjut Fay dengan nada yang agak ketus.
"Oh, maaf.
Bukan maksudku membuatmu atau yang lainnya tidak nyaman. Hanya saja aku tidak
bisa mudah beradaptasi di lingkungan baru. Jadi menjadi suatu kebiasaanku untuk
memperhatikan terlebih dahulu orang - orang di sekitarku. Mungkin aku tidak
sadar jika tatapan ku berubah menjadi menakutkan." Jawab Art cepat sambil
membenarkan topi yang dikenakannya.
"Fay, dia tidak
hanya memperhatikanmu. Kamu saja yang kegeeran." Ucap Max sambil tertawa
kecil untuk mencairkan suasana. Meski tatapannya tidak lepas menganalisa setiap
pergerakan yang dilakukan Art. "Aneh" pikirnya.
"Aku boleh
minta kontakmu? Kamu sepertinya orang yang menarik." Lanjut Max
"Boleh.
Silahkan. Line?" tanya Art. Max mengangguk. "@Artha" Lanjut Art.
"Instagram?"
lanjut Max. Max ingin mencari tahu orang seperti apa Art ini, karena ada
perasaan tidak asing di hatinya sejak pertama melihat Art. Tapi tak ada satu
memori pun yang dapat terpanggil dan menjawab rasa penasarannya.
"@ArtisArtha.
Tapi aku jarang aktif dan tidak ada yang menarik di dalamnya. Berbeda dengan
kalian yang sudah terkenal dan memiliki feed yang bagus." Ujarnya dari
balik tatapannya yang masih tertutup topi hitam.
"Oh, oke. Aku
akan follow ya, jangan lupa untuk di follow back." Ucap Max senatural mungkin
sambil bertukar tatapan dengan Fay.
"Iya, aku juga
akan follow." Ucap Fay sekenanya
sambil sibuk menafsirkan tatapan dari Max.
***
"Fay kamu
merasa familiar tidak dengan Art?"
"Familiar?"
Fay menatap sahabatnya itu dengan bingung.
"Ya, familiar.
Seperti pernah bertemu. Anehnya dia mengenal kita dengan baik." Ucap Max
sambil sesekali menatap ke belakang melalui kaca spionnya. Sebuah mobil hitam
berjalan pelan dibelakang mereka seperti membuntuti.
"Hanya
perasaanmu saja sepertinya. Toh, sebelumnya kita perkenalkan diri kita di awal
pertemuan tadi. Oh ya, bagaimana jika aku membuat grup line dengan anggota kita
bertiga. Seru pasti. Apalagi follower instagramnya
juga sudah jutaan. Lumayan dapat kenalan selebgram lain. Apanya yang tidak
aktif? Suka merendah rupanya"
"Yah, mungkin
hanya perasaanku saja. Ide yang bagus." Jawabnya sambil menepikan
mobilnya.
Mobil hitam yang
sedari tadi dibelakangnya, mulai bergerak lebih cepat dan meninggalkan mobil
mereka yang menepi.
"Kenapa kau
menepi?" tanya Fay kebingungan.
"Tidak apa -
apa. Mungkin memang hanya perasaanku saja." Max melajukan kembali
mobilnya.
***
Art terdiam menatap
lampu jalanan melalui jendela mobilnya. Sesekali tersenyum sinis, menyeringai
ketika dirinya mengingat kembali pertemuan di café itu.
"Bagaimana
pertemuannya?" Tanya sahabatnya yang dari tadi sibuk menyetir.
"Menarik."
Jawabnya dengan kembali menyeringai dan tetap menatap keluar.
"Sudah ku
bilang pasti menarik."
***
#bersambung
0 Komentar