Review Film Lumberjack the Monster (2023) - Saat Monster Ingin Menjadi Manusia

 

Lumberjack the Monster (Original title: Kaibutsu no kikori) | 2023 | 1h 59m
Genre : Crime/Horror/Thriller | Negara: Japan
Director: Takashi Miike | Writers: Hiroyoshi Koiwai, Mayusuke Kurai
Pemeran: Kazuya Kamenashi, Nanao, Riho Yoshioka
IMDB: 5.9
My Rate : 7/10

Setelah lolos dari upaya pembunuhan, Akira mencoba mencari tahu siapa pembunuh misterius yang mengincarnya tersebut. Pencarian itu membuka kembali masa lalu kelam yang mengubahnya menjadi seorang psikopat. 

Peringatan:

Terdapat adegan kekerasan, menyakiti diri sendiri, rokok, dan alkohol

 

Sinopsis :

Pembunuhan berantai terjadi di Jepang dimana pembunuh mengincar kepala korbannya dengan menggunakan Kapak sebagai senjata. Pembunuh tersebut bersembunyi di balik topeng "Lumberjack Monster". Polisi mulai mencari maksud tersembunyi dan keterhubungan dari masing - masing kasus untuk menemukan pelakunya.

Akira, seorang pengacara terkenal, tiba - tiba menjadi target selanjutnya dari pembunuh tersebut. Namun, Akira menyembunyikan hal tersebut dari polisi. Akira berpacu dengan waktu untuk menemukan pelakunya untuk membalaskan dendamnya.

Luka di kepalanya membuka rahasia tentang chip yang tertanam di otaknya terkuak. Chip tersebut sedikit rusak dan hal ini juga membuat perubahan pada sikap dan perilaku Akira yang sebelumnya tidak memiliki rasa empati. Pencarian itu tidak berjalan dengan mudah, karena polisi yang kini telah mencurigainya.

Akankah Akira dapat menemukan pelaku sebenarnya Ataukah ia justru akan menemukan monster yang bersembunyi di dalam dirinya sendiri?

 

Ulasan :

Bayangkan seorang pembunuh misterius berkeliaran di kotamu. Kepanikan menyebar perlahan seperti kabut, merayap ke setiap sudut kota, dan bahkan pihak kepolisian pun kehilangan arah untuk menguak kebenarannya. Lumberjack the Monster, yang diadaptasi dari novel Kaibutsu no Kikori karya Mayusuke Kurai, membawa premis menarik tentang teror, identitas, dan sisi gelap kemanusiaan.Bukan film kriminal yang sarat adegan mengerikan dan darah, melainkan perjalanan menyelam ke dalam pikiran manusia. Karena tidak semua psikopat tumbuh menjadi penjahat.

Cerita dibuka dengan seorang anak yang membacakan kisah Lumberjack the Monster—dongeng kelam yang kemudian menjadi benang merah dari seluruh kejadian. Topeng Lumberjack yang digunakan pelaku bukan hanya cara untuk menyembunyikan identitasnya. Namun, menjadi refleksi dari gejolak perasaan pelaku yang relate dengan kisah tokoh itu sendiri.  

Pengenalan tokoh dilakukan dengan hati-hati, tanpa tergesa. Tatapan mata, gestur tubuh, hingga nada suara mereka menyimpan petunjuk yang samar namun penting. Akira Ninomiya, sang pengacara, tampil sebagai sosok yang tenang namun penuh ancaman tersembunyi—seseorang yang hidup tanpa empati. Hal itu tergambar jelas saat ia membunuh penguntitnya tanpa ekspresi, tanpa belas kasihan.

Karakter polisi wanita yang juga amat penting diperkenalkan melalui kecurigaannya terhadap Akira. Hanya saja karakter yang semestinya menjadi pilar rasional dalam cerita justru terasa lemah. Keberaniannya tidak sepenuhnya meyakinkan, ekspresinya tidak memancarkan ketegasan yang dibutuhkan. Dalam beberapa adegan, ketidakhadiran aura profesional membuat ketegangan sedikit meredup.

Meski demikian, film ini berhasil menjaga ritme dengan baik. Konflik muncul selaras dengan sisi manusiawi yang muncul pada tokohnya. Konflik batin Akira—antara sisi dingin dan sisi manusiawinya—mengalir tanpa perlu banyak penjelasan verbal. Perubahan kecil dalam ekspresi, diam yang panjang, atau sekadar pandangan kosong justru memperlihatkan kompleksitasnya. Rasa bersalah dan kesedihan mulai menjalar di dalam diri Akira dan tersampaikan dengan cukup baik dari akting Akira Ninomiya. Dimana dirinya memberikan performa yang memukau, menampilkan wajah seseorang yang baru belajar merasakan simpati, sekaligus takut pada perasaan itu sendiri.

Akhir film menghadirkan penyatuan potongan misteri yang rapi, diakhiri dengan narasi dongeng yang kembali bergema—menutup lingkaran cerita dengan elegan. Kita tidak hanya melihat bagaimana sebuah kejahatan terungkap, tetapi juga bagaimana seseorang mencoba memahami arti menjadi manusia.

Mungkin masih ada ruang yang bisa diperdalam—terutama dalam eksplorasi karakter Kenmochi dan pengurangan adegan yang tidak memberi makna penting. Namun, Lumberjack the Monster tetap menyuguhkan pengalaman psikologis yang kuat, memperlihatkan bahwa empati dan logika sering kali berjalan di dua garis yang sulit bertemu.

“Dia hanya ingin merasakan perasaan yang sama dengan manusia lainnya.”

 

Adegan yang mengesankan:  

Kenmochi mengatakan bahwa dirinya merasa bersalah dengan kematian istrinya yang merupakan seorang yang amat menyayangi dan mempercayainya. Dalam adegan ini kita dapat melihat bahwa penyesalan akan apa yang telah dilakukannya menjadi penyebab dirinya mencoba untuk berubah. Kadang kita harus kehilangan sesuatu untuk menyadari pentingnya sesuatu tersebut.

 

Dialog mengesankan:

"Even if you became normal, your sin wouldn't vanish"

 

Ending:

Sad Ending

 
Rekomendasi:

Worth to Watch

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar