Review Film Marry My Dead Body (2022) - Cinta, Luka, dan Hantu yang Enggan Pergi

 

Marry My Dead Body (Original title: Guan yu wo han gui bian cheng jia ren de na jian shi)| 2022 | 2h 10m
Genre : Buddy Comedy/ Action/ Comedy/ Crime/ Drama/ Fantasy/ Horror/ Mystery| Negara: Taiwan
Director: Wei-Hao Cheng | Writers: Wei-Hao Cheng, Lai Chih-liang, Sharon Wu
Pemeran: Greg Han Hsu, Po-Hung Lin, Gingle Wang
IMDB: 7.0
My Rate : 8/10

Wu Ming Han tidak sengaja mengambil amplop merah dan harus melakukan pernikahan gaib dengan Mao Mao yang ternyata adalah gay. Wu Ming Han terjebak dalam urusan demi urusan --- membantu Mao Mao menyelesaikan urusan duniawinya agar dapat pergi ke alam baka dan juga menyelesaikan urusannya sendiri untuk meningkatkan karirnya.

Peringatan:

Terdapat adegan kekerasan, sensual, seks, alkohol, telanjang, kata kasar, dan zat berbahaya

 

Sinopsis :

Wu Ming Han tidak sengaja mengambil amplop merah yang tergeletak di jalan saat sedang mengumpulkan barang bukti yang dibuang oleh penjahat yang dikejarnya. Ternyata amplop tersebut sengaja diletakkan oleh Nenek Mao Mao untuk mendapatkan pasangan bagi Mao Mao, cucunya yang sudah meninggal. Ming Han pun menolak hal tersebut tanpa menyadari dampak dari perbuatannya --- kesialan terus menerus hingga dipindah tugaskan.

Demi dapat kembali ke tim di kepolisian sebelumnya, Ming Han akhirnya menyetujui pernikahan gaib tersebut. Ming Han yang sebelumnya amat anti dengan gay, malah menikah dengan gay. Ming Han makin terkejut saat Mao Mao menunjukkan wujudnya di hadapan Ming Han.

Ming Han pun berupaya untuk menyelesaikan hal yang belum usai di kehidupan Mao Mao demi mengantarkannya ke alam baka. Sebagai gantinya Mao Mao akan membantu Ming Han untuk kembali mendapatkan posisinya di kepolisian. Sayangnya ternyata tidak semudah yang mereka bayangkan.

Apakah masing - masing mereka dapat mewujudkan tujuannya?

 

Ulasan :

Bayangkan tiba-tiba kamu harus menjalani pernikahan gaib dan hidup berdampingan dengan arwah yang tak bisa pergi. Marry My Dead Body menyajikan premis itu dengan cara yang unik: menggabungkan tradisi kuno, isu LGBT, dan kritik terhadap kepolisian dalam satu alur yang—anehnya—berjalan mulus. Dibuka dengan adegan kelam saat Nenek Mao Mao mengumpulkan rambut dan kuku cucunya, film ini langsung mengubah suasana menjadi komedi ringan, menegaskan bahwa ini bukan kisah horor murni, tetapi drama manusiawi yang dibalut humor.

Pengenalan karakter dilakukan dengan rapi. Wu Ming Han diperlihatkan sebagai polisi yang kompeten namun gegabah, keras kepala, menolak keberadaan gay, sekaligus menyimpan ketertarikan pada Tzu-ching. Sementara itu, latar belakang Mao Mao disusun lewat kilasan masa lalu yang hangat dan pahit. Pertemuan mereka terasa natural, dan chemistry di antara keduanya tumbuh perlahan—tanpa paksaan, tanpa dramatisasi berlebihan.

Konflik mulai memuncak ketika usaha Ming Han membantu menyelesaikan urusan duniawi Mao Mao justru membuka luka yang selama ini tersembunyi. Ketidaksukaannya pada gay perlahan terkikis ketika ia melihat kehidupan Mao Mao dari dekat: ketakutan yang ditahan, kesepian yang dipendam, dan cinta yang tidak pernah tersampaikan. Pada saat yang sama, keinginan Ming Han untuk kembali ke timnya membuat Mao Mao terlibat dalam penyelidikan yang menyeret mereka pada konspirasi baru.

Penyelesaiannya terasa hangat dan memuaskan. Perubahan Ming Han terlihat jelas—bukan hanya menerima Mao Mao, tetapi menerima kelemahannya sendiri. Mao Mao pun akhirnya mengetahui betapa besar keluarga menyayanginya. Unsur komedi, yang menjadi kekuatan film ini, hadir dengan ritme yang pas: bukan sekadar lucu, tetapi menambah karakter dan memperkuat hubungan mereka.

Para pemain tampil total, terutama Austin Lin yang memerankan Mao Mao dengan keseimbangan antara rapuh dan ceria tanpa stereotip berlebihan. Greg Hsu dan para pemain lain juga memberi warna tersendiri, terutama ketika adegan “kerasukan Mao Mao” muncul sebagai momen komedi yang efektif. Dukungan musik, palet warna, dan pergerakan kamera menjaga suasana antara komedi, kesedihan, dan ketegangan.

Pada akhirnya, Marry My Dead Body bukan hanya menghibur, tetapi juga mengingatkan kita bahwa hidup sering berjalan di luar rencana. Kadang hal yang kita anggap kesialan justru menjadi pintu menuju pemahaman baru—tentang cinta, kehilangan, dan keberanian untuk menerima hal yang sebelumnya tak ingin kita lihat.

 
Adegan yang mengesankan:  

Wu Ming Han mendatangi apartemen mantan pacar Mao Mao dan memberinya pelajaran dengan sebuah pukulan. Hal ini dilakukannya, karena ternyata mantan pacar Mao Mao tersebut tidak benar - benar mencintai Mao Mao dan kematian Mao Mao hanya dianggap biasa baginya. Hal tersebut membuat Mao Mao merasa sedih saat mendengarnya.

Di dunia nyata, adegan ini merefleksikan betapa seringnya kita mencintai dengan seluruh diri, sementara orang yang kita cintai hanya memberi separuh—atau bahkan tidak peduli sama sekali. Kita baru menyadari ketimpangan itu ketika sudah terluka terlalu jauh. Sebaliknya, kadang orang yang paling keras kepala, paling menyebalkan, atau paling “tidak terlihat peduli”—justru adalah orang yang diam-diam memperhatikan kita dengan cara yang tidak pernah kita sadari.

 
Dialog mengesankan:

"Even though I am already dead, I won't allow you to join me"

 

Ending:

Happy Ending

 

Rekomendasi:

Worth to Watch

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar