Review Film About a Woman (2015)

 

Review Film About a Woman (2015)

About a Woman | 2015 | 1h 16m
Genre : Drama | Negara: Indonesia
Director: Teddy Soeriaatmadja| Writers: Teddy Soeriaatmadja
Pemeran: Rendy Ahmad, Anneke Jodi, Tutie Kirana
IMDB: 7.9
My Rate : 9/10

Abi, lelaki berumur 19 tahun, yang dipekerjakan di rumahnya membuat Janda berumur 65 tahun tersebut merasakan perasaan yang tidak seharusnya dirasakannya hanya untuk terluka kembali.

Peringatan:

Terdapat adegan sensual, ketelanjangan, rokok

 

Sinopsis :

Ibu (Tutie Kirana) tinggal hanya berdua dengan pembantunya, Eli. Ibu amat bergantung dengan Eli dari membuatkan dirinya sarapan, minum, mengambil kacamata, dll. Namun, tiba - tiba Eli mengatakan bahwa dirinya harus pulang ke kampung halaman. Eli harus segera pergi keeseokan paginya dan ini membuat Ibu merasa kecewa.

Ibu merasa kecewa karena Eli memberitahukannya secara mendadak. Ibu akhirnya dengan terpaksa harus tinggal seorang diri di rumah tersebut. Dirinya tidak dapat dengan mudah mencari orang baru, karena merasa sulit untuk bisa percaya pada orang lain.

Hingga suatu hari, Abi (Rendy Ahmad), yang merupakan keponakan dari menantunya di kirim ke rumah tersebut. Anak dan menantunya yang mengetahui bahwa Ibu tinggal sendiri, merasa khawatir dengan keadaan Ibunya. Menantunya pun berinisiatif mengirimkan keponakannya untuk membantu dan menemani Ibu.

Ibu awalnya merasa skeptis dengan keberadaan Abi. Namun, lama kelamaan dirinya sedikit membuka diri dan membiarkan Abi untuk mengurus rumah. Hingga suatu ketika Ibu tidak sengaja melihat Abi yang sedang melakukan mastrubasi di kamarnya. Perasaan yang lama tersembunyi seakan kembali membuncah keluar. Perasaan yang terlarang pun perlahan muncul dalam hati keduanya.

 

Ulasan :

About a Woman adalah film ketiga dalam Trilogy of Intimacy karya Teddy lainnya setelah Lovely Man (2011) dan Something in the Way (2013). Film ini mengangkat tema yang cukup unik dan berani. Dengan penggambaran perasaan seorang wanita paruh baya ydengan segala kesendiriannya.

Cerita disajikan secara sistematis dan mudah untuk dipahami. Pembangunan latar belakang cukup baik, konflik dan penyelesaian pun dikerjakan dengan baik. Meski film ini tidak banyak dialog yang diutarakan, tetapi malah hal tersebut menjadi indikasi yang menggambarkan kesepian yang dirasakan tokoh. Walau mungkin bagi sebagian orang, hal itu malah akan membuat sedikit bosan.

Pemilihan komposisi warna, musik pendukung  berhasil menghasilkan suasana yang sesuai dengan cerita. Transisi yang digunakan berupa layar hitam juga sesuai dan menambah estetika tampilan. Hanya saja dibeberapa adegan kamera sedikit goyang dan tidak stabil.

Beberapa hal masih dapat dioptimalkan terutama kemasukakalan cerita. Sedikit tidak masuk akal dimana sang Ibu yang baru berumur 65 tahun dengan kondisi amat gagah terlihat tidak dapat mengurus dirinya sendiri setelah kepergian pembantunya. Padahal kegiatan yang dilakukan untuk mengurus rumah merupakan kegiatan standar pada umumnya, seperti mencuci piring, menyiapkan makan, membuat kopi, dll. Terlihat dari piring yang menumpuk di wastafel.

Beberapa dialog juga seperti lepas dari perhatian. Terdapat dialog dimana Ibu mengatakan pada pembantu lamanya bahwa telah 2 minggu bermain puzzle tetapi belum berhasil. Dialog yang sama persis diucapkan kepada Abi, pembantu barunya. Secara logika, setelah kepergian pembantunya dan Abi bekerja pastinya lebih dari 2 minggu. Berarti Ibu telah lebih dari 2 minggu memainkan puzzle tersebut saat bertemu Abi.

Dialog mengenai jilbab juga terasa sedikit dipaksakan. Tidak terlihat dengan jelas hubungan dengan jalan cerita. Dialog tersebut cukup panjang dan seakan terlalu ingin memojokkan suatu pihak.

Secara keseluruhan film ini masih menarik untuk di tonton.

 
Adegan yang mengesankan:  

Ibu mulai memperhatikan bentuk tubuhnya di cermin. Bentuk tubuhnya yang tak lagi sama dengan saat dirinya muda. Dengan segala glambir dan keriput yang mulai bermunculan.

Dalam adegan ini penonton dibawa kepada kenyataan dimana, perubahan akan pastinya terjadi pada diri kita. Semua itu tidak bisa kita hindari. Sebagaimana hukum alam berjalan beriringan dengan waktu.

 

Dialog mengesankan:

"Kesepian dan sepi itu beda, Laras"

 
Ending:

Cliffhanger

 

Rekomendasi:

Worth to watch

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar